Makam Panjang & Kaitannya Dengan Leluhur Nusantara

Ketika kami berkunjung ke kompleks situs makam kuno muslimah, Siti Fatimah Bt Maimun yang telah berusia kurang lebih 1000 tahun, kami melihat 8 makam panjang yang masih tertera nama dari pemilik makam tersebut.

Lokasi 8 makam panjang ini tersebar di beberapa tempat di lokasi makam kuno. 2 makam panjang yang pertama letaknya tidak jauh dari gapura utama, posisi makam berada di sebelah kanan dan kiri jalan setapak yang dilalui peziarah.

Gbr. 1 Terdapat 8 Makam panjang di Area kompleks situs makam kuno Fatimah bt Maimun, 2 makam panjang yang pertama letaknya di kanan dan kiri jalan setapak yang menuju cungkup makam Siti Fatimah bt Maimun. (Sbr gambar: koleksi pribadi)

Nama yang tertera pada nisan di 2 makam panjang tersebut adalah R. Said dan R. Ahmad. Masuk ke dalam kompleks situs makam kuno Siti Fatimah bt Maimun terdapat 3 makam panjang lagi yang berada dalam pagar dinding dengan gapura pendek yang terbuat dari batu cadas, nama yang tertera pada makam tersebut : Sayyid Kharim, Sayyid Djakfar, Sayyid Syarif.

Gbr. 2; Gapura pendek menuju 3 makam panjang berikutnya. Pada dinding bagian belakang nisan makam panjang ini tertera nama almarhum : Sayyid Kharim, Sayyid Ja’far dan Sayyid Syarif (sbr gbr : koleksi pribadi)
Gbr. 3 ; Bagian dalam pagar dinding dan Gapura, panjang makam ini kurang lebih 9mtr.

Tidak jauh dari lokasi gapura 3 makam panjang ini terdapat pagar dinding yang lain yang berisi 2 makam panjang dan 1 makam panjang di luar pagar dinding.

2 makam panjang yang berada di dalam pagar dinding bernama Sayyid Djalal dan Sayyid Djamal. Makam panjang yang berada di luar pagar dinding bernama Sayyid Djamaluddin.

2 makam panjang yang berada dalam pagar dinding, bernama sayyid Djalal dan Sayyid Djamal. (Sumber gbr: Koleksi Pribadi)
1 Makam yang berlokasi di luar pagar dinding, pada nisannya tertera nama Sayyid Djamaluddin dan besar kemungkinan awalnya pun makam ini di kelilingi pagar batu cadas seperti makam-makam yang lain. (Sbr gbr. Koleksi pribadi)

Siapakah para tokoh yang tertera yang memiliki ukuran panjang makam berkali lipat dari ukuran makam pada umumnya? 

Makam panjang di Indonesia jumlahnya sangat banyak dan hampir terdapat pada setiap kompleks pemakaman kuno. Makam Panjang atau kubur panjang, seperti yang terlihat pada foto-foto yang kami ambil di halaman ini, adalah makam yang panjangnya jauh melebihi ukuran makam yang ada saat ini. Panjang dari makam ini sekitar 7 hingga 9m, sementara  rata-rata panjang makam umum sekitar 1.80 sd 2mtr dengan kedalaman  1.50-1.80 cm. Hingga saat ini ukuran panjang makam disesuaikan dengan ukuran tubuh jenazah dengan sedikit penambahan atau pengurangan. 

Makam panjang pada kompleks makam kesultanan Demak (sbr gbr: koleksi pribadi)

Karena panjang makam mengikuti ukuran panjang tubuh jenazah, tentunya makam-makam panjang ini adalah makam leluhur yang memiliki badan yang masih sangat tinggi dan besar. Makam-makam panjang ini juga bisa kita lihat pada makam para nabi dan Rasul as yang hidup jauh sebelum nabi Muhammad saw yang hingga saat ini masih ramai diziarahi. 

Makam nabi Syuaib as dan nabi Yusya bin Nun yang hidup satu masa dengan nabi Musa as memiliki ukuran tubuh yang tinggi besar, makam beliau as pun mengikuti ukuran tubuh beliau as. (Sbr gbr. https://www.dream.co.id/stories/ziarah-ke-makam-nabi-dan-sahabat-.html)

Keberadaan manusia raksasa atau manusia yang memiliki tinggi tubuh berkali lipat lebih tinggi dari manusia modern terdapat hampir dalam setiap ajaran agama dan peradaban kuno. Sayangnya pengetahuan umum saat ini yang merupakan kreasi era renaisance yang menganggap agama adalah mitos dan bertentangan dengan ilmu pengetahuan menyebabkan sebanyak apapun bukti arkeologis yang ditemukan tidak bisa masuk dalam kajian penelitian ilmiah.

Bukti arkeologis yang ditemukan tentang keberadaan manusia raksasa ini sebetulnya sudah cukup banyak, bukan hanya makam panjang dan bangunan-bangunan raksasa yang tersebar di berbagai belahan dunia namun juga terdapat temuan fosil jejak kaki manusia, fosil jejak tangan, bahkan fosil jari manusia raksasa pernah ditemukan di salah satu Piramida peninggalan peradaban Mesir Kuno.

Situs bangunan raksasa Petra di Jordan, bangunan ini dikatakan bangunan raksasa bukan karena melihat tinggi bangunan, tapi pada perbandingan ukuran pintu dengan ukuran tinggi manusia modern. Peradaban apapun yang membuat situs ini tentunya bertubuh sangat tinggi bila dibandingkan ukuran manusia modern.
Tahun 1950-an, di lokasi konstruksi bagian Tenggara Turki ditemukan tulang paha manusia berukuran berkali lipat dibanding manusia modern bisa dilihat perbandingannya pada gambar diatas.
Temuan fosil mumi jari telunjuk raksasa di salah satu piramida Mesir. Temuan ini sudah dibuktikan melalui proses rontgen yang memastikan bahwa jari raksasa tersebut adalah fosil jari manusia.
Temuan jejak kaki raksasa di pedalaman hutan Nigeria

Dalam ajaran Islam dikisahkan dalam hadits-hadits yang diriwayatkan keluarga dan sahabat nabi, bahwa ribuan tahun sebelum diutusnya nabi Muhammad saw, bumi dihuni oleh berbagai kaum manusia yang memiliki ukuran tubuh berbeda-beda, diantaranya adalah manusia-manusia bertubuh tinggi besar. Manusia-manusia inilah yang membangun peradaban ribuan tahun lalu.

Perbandingan manusia pada era nabi Adam as sampai dengan nabi Nuh as dengan manusia modern.

Dalam agama Kristen, Yahudi bahkan dalam agama Hindu juga disebutkan tentang keberadaan manusia-manusia raksasa ini. 

Makam-makam panjang yang tersebar di kepulauan nusantara ini adalah bukti bahwa peradaban leluhur Nusantara sudah sangat tua dan makam-makam panjang tersebut adalah milik leluhur Nusantara yang pertama kali membuka peradaban di berbagai wilayah di kepulauan Nusantara. Setelah Peradaban pertama ini hilang dan wilayahnya ditinggalkan dan menjadi hutan, para penguasa dan wali generasi setelahnya yang dipercaya untuk membuka wilayah baru menjadikan keberadaan makam-makam panjang ini sebagai patokan untuk membuka kembali wilayah yang pada masa lalu pernah dihuni. 

Makam-makam panjang ini mereka jadikan sebagai “pakubumi” atau sebagai penanda bahwa wilayah tersebut pada masa lalu pernah menjadi wilayah yang pernah dihuni manusia. Para wali ini kemudian menjadikan wilayah tersebut area pemakaman dan wilayah di sekitar makam sebagai wilayah pemukiman. 

Diantara para wali yang terkenal menggunakan makam leluhur sebagai tanda dibukanya wilayah baru adalah syekh Subaqir, yang kisahnya dikenal sebagai wali yang  jadi makam panjang sebagai tumbal seperti yg dikisahkan di babad adalah sebagai penanda bahwa diwilayah tersebut pernah ditinggali manusia.

Buat yang suka ziarah ke situs-situs makam kuno bisa dilihat adanya Makam-makam panjang yang berada di lokasi yang sama dengan makam para wali, yang menandakan wilayah tersebut pernah menjadi  pemakaman pada generasi sebelumnya dan adanya pemakaman juga menandakan  di wilayah tersebut pernah terdapat pemukiman.

Ditulis oleh Sofia Abdullah

Silsilah & Biografi Singkat Syekh Siti Jenar

Silsilah & Biografi Singkat Syekh Siti Jenar dan hubungan beliau dengan Syekh Datuk Kahfi, pangeran Panjunan, dan Pangeran Santri Sumedang.

Oleh : Sofia Abdullah

Syekh Siti Jenar adalah seorang tokoh dan ulama yang sangat berpengaruh dan dihormati pada masanya bahkan hingga saat ini. Sayangnya Kisah Syekh Siti Jenar menjadi simpang siur dan banyak ketidak jelasan karena banyak kisah-kisah tidak masuk akal yang tidak bisa dibuktikan oleh ilmu sejarah.

Kenapa bisa demikian?

Hal ini terkait dengan sumber-sumber sejarah yang mengisahkan tentang Syekh Siti Jenar. Sumber-sumber ini umumnya dibuat ratusan tahun setelah masa Syekh Siti Jenar hidup, dan memiliki banyak kepentingan. Umumnya sumber-sumber ini bergantung pada sumber-terdahulu hanya diberi sedikit tambahan keterangan.

Diantara sekian banyak sumber yang telah kami telusuri sejak tahun 2010, terdapat 3 buku yang menjadi rujukan hampir di setiap buku yang mengisahkan Syekh Siti Jenar, yaitu : Serat Siti Jenar yang ditulis oleh Raden Panji Natarata tahun 1917, sumber utama buku ini adalah Babad Tanah Jawi, dan Pustaka Rajya-Rajya i Bhumi Nusantara. Sayangnya ketiga buku ini adalah buku-buku salinan yang disalin pada era kolonial, yang didalamnya terdapat banyak penambahan dan pengurangan baik yang disesuaikan dengan kaidah penulisan sastra Jawa ataupun disalin kembali dalam bentuk prosa untuk memudahkan kepentingan penguasa kolonial saat itu.

Silsilah & Biografi Singkat Syekh Siti Jenar

Syekh Siti Jenar adalah putra seorang bangsawan dan ulama asal Malaka, bernama Syekh Datuk Saleh bin Syekh Isa Alawi. Ayah beliau menjabat kedudukan penting di Malaka hingga jatuhnya Malaka ke tangan Portugis tahun 1511. Keluarga Syekh Siti Jenar kemudian hijrah ke Caruban Nagari. Di negeri inilah Syekh siti jenar dilahirkan. Caruban pada saat itu masih menjadi Pakuwuan Caruban atau Caruban Larang setingkat kecamatan saat ini. Kota tempat kelahiran Syekh Siti Jenar sekarang lebih di kenal sebagai Astana Japura, sebelah tenggara Cirebon.

Lokasi Kecamatan Astana Japura, tempat kelahiran Syekh Siti Jenar

Seperti umumnya kaum bangsawan saat itu, Syekh Siti Jenar memiliki 3 nama; nama kecil atau nama lahir, nama julukan dan nama gelar jabatan. Ketiga nama ini umum digunakan oleh para tokoh pemimpin atau ulama pada masa itu. Syekh Siti Jenar lahir dengan nama Hasan Ali Anshar, setelah dewasa dan menjadi ulama beliau dikenal sebagai Syekh Abdul Jalil. Gelar Syekh Siti Jenar cukup banyak, gelar beliau yang paling dikenal adalah Syekh Siti Jenar, Sunan Kajenar dan Syekh Lemah Abang. Gelarnya ini menunjukkan lokasi tempat beliau pernah mengajar dan membuka pesantren selama hidupnya.

Berikut silsilah lengkap Syekh SitiJenar

  1. Syekh Siti Jenar/Syekh Abdul Jalil/Hasan Ali Anshar bin
  2. Syekh Datuk Saleh bin
  3. Syekh Isa Alawi atau Datuk Isa bin
  4. Ahmad Syah Jamaludin Husein aķbar, petinggi di Gujarat India bin
  5. Sayyid Ahmad Syah Jalal aka Ahmad Jalaluddin al Khan bin
  6. Syekh Abdullah Khanuddin/Azhamatkhan bin
  7. Sayid Amir Abdul Malik al Qazam/al Muhajir Azhmatkhan (Nasrabad) bin
  8. Sayyid Alawi Ammil Faqih (Hadramaut, Yaman, makam: Oman) bin
  9. Muhammad Shahib Mirbath (lahir di Hadramaut, Yaman, wafat di Oman) bin
  10. Sayyid Ali Khalli Qasim bin
  11. Sayyid Alawi Ats Tsani bin
  12. Sayyid Muhammad Shohibush Saumi’ah bin
  13. Sayyid Alawi Awwal bin
  14. Sayyid al Imam Ubaidillah bin
  15. Sayyid Ahmad al Muhajjir bin
  16. Sayyid Isa an Naqib ar Rummi (Basrah, Iraq) bin
  17. Sayyid Muhammad an Naqib bin
  18. Sayyid al Imam Ali Uraidhi bin
  19. Sayyidina al Imam Ja’far Shadiq (Madinah) bin
  20. Sayyidina al Imam Muhammad al Baqir bin
  21. Sayyidina al Imam Ali Zainal Abidin bin
  22. Sayyidina al Imam Husein as Syahid bin
  23. Sayyidina al Imam Ali bin Abi Thalib wa Fatimah Zahra binti
  24. Muhammad Rasulullah saw

Masa muda Syekh Siti Jenar digunakan untuk menuntut ilmu dari satu guru ke guru yang lain, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Guru pertama Syekh Siti Jenar (SSJ) adalah ayahnya. Selama dalam pendidikan ayahnya, SSJ sudah mampu menghafal Al Qur’an pada usia 12 tahun. Pada usia remaja hingga dewasa SSJ belajar pada beberapa ulama di Persia, Gujarat, dan Malaka. Kembali ke Tanah air beliau menjadi ulama yang dihormati, mendirikan banyak pesantren dan memiliki banyak murid dari mulai ujung Jawa Barat hingga Jawa Timur. Diantara muridnya yang terkenal adalah Ki Ageng Pengging dan putranya Hadiwijaya yang lebih dikenal dengan Joko Tingkir, yang kemudian menjadi pemimpin tertinggi kasunanan di Jawa yang beribukota di Pajang.

Syekh Siti Jenar hidup pada akhir abad ke-16. Berdasarkan penelitian M.C Riclefs dalam bukunya Sejarah Indonesia Modern, pada akhir abad 16 ini di Jawa terjadi pergolakan politik dan kekuasaan. Pergolakan politik ini terjadi antara sistem pemerintahan lama yaitu sistem pemerintahan Dewan Wali atau Kasunanan dengan sistem pemerintahan Kesultanan (kerajaan) yang bekerjasama dengan Kerajaan Turki Utsmani.
Sistem pemerintahan Lama dalam karya sastra sering disebut dengan Mataram Kuno dengan struktur pemerintahan dewan wali, yang menempatkan posisi para wali atau pandita atau pemuka agama diatas pemimpin negara. Struktur pemerintahan dewan wali ini dalam karya sastra dikenal dengan sebutan Walisongo.

Pada akhir abad ke-16 hingga awal abad ke-17, Mataram dan wilayah-wilayah lain yang memberontak, ingin mengganti sistem pemerintahan Dewan Wali yang pada saat itu beribukota di Pajang dengan sistem kesultanan, dan menempatkan posisi dewan wali di bawah sultan yang berkuasa. Dalam kisah-kisah babad pergolakan politik ini dimulai dengan pecahnya pemberontakan Panembahan Senopati dan sekutu-sekutunya untuk mengkudeta Pajang dan wilayah sekitarnya yang tidak mau mengakui kekuasaan Mataram Baru yang menyebut kelompok mereka sebagai Mataram Islam, padahal yang mereka kudeta adalah wilayah-wilayah yang penguasa dan penduduknya mayoritas muslim.

Singkat kisah, perebutan tahta Jawa diambil alih oleh sistem kesultanan (Mataram Islam/Mataram Baru). Sistem pemerintahan dewan wali dibubarkan dan pada masa ini banyak ulama-ulama yang dibantai dan dibunuh karena dicurigai mendukung pemerintahan lama. Syekh Siti Jenar adalah salah satu diantara sekian banyak ulama yang dibunuh pada masa pergolakan ini, karena beliau adalah tokoh ulama yang berpengaruh dan memiliki banyak tokoh-tokoh yang menjadi murid beliau. Murid beliau yang paling berpengaruh adalah Ki Ageng Pengging dan putranya Hadiwijaya atau lebih dikenal dengan Joko Tingkir, pemimpin tertinggi pemerintahan Lama yang tewas pada masa pergantian kekuasaan dari Mataram Lama ke Mataram Baru.

Syekh siti Jenar (SSJ) bukan dihukum mati oleh Dewan Wali tapi oleh Kesultanan Mataram Baru. Kenapa bukan dengan dewan Wali/Walisongo? karena pada saat Syekh Siti Jenar dihukum mati Dewan Wali sudah resmi dibubarkan. Syekh Siti Jenar dihukum mati di alun-alun di depan Masjid Sang Cipta Rasa, Cirebon, dengan tuduhan melawan pemerintahan baru dan mengajarkan ajaran sesat hanya karena Syekh Siti Jenar bermazhab Syi’ah Imamiyah/Syiah Muntadzar dan berbeda dengan mazhab resmi kesultanan (Mataram Islam) saat itu yang berorientasi ke kesultanan Turki Utsmani, yaitu Mazhab Hanafi dan Syafii.

SSJ dimakamkan oleh murid-muridnya di desa Kemlaten. Dalam Rajya-Rajya i Bhumi Nusantara dikisahkan tentang makam SSJ yang dipindahkan dari Kemlaten ke Bukit Amparan Jati secara sembunyi-sembunyi agar makam SSJ tidak diketahui oleh para peziarah dari kalangan murid-murid SSJ yang terus berdatangan dari seluruh Jawa dan ditakutkan akan terjadi pengultusan dan perlawanan balik dari para murid SSJ kepada kesultanan Mataram Islam yang baru berdiri.

Terdapat beberapa makam yang diyakini sebagai makam Syekh Siti Jenar, desa Kemlaten dan Gunung Jati di Cirebon, Pekalongan, Mantingan-Jepara, Tuban, dan beberapa kota lainnya yang tersebar di pulau Jawa. Dari semua makam yang diyakini sebagai makam Sykeh Siti Jenar, yang paling mendekati kisah asli beliau dari berbagai sumber yang kami telusuri adalah makam beliau yang berada di bukit Ampatan Jati, berdekatan dengan makam sepupu beliau Syekh Datuk Kahfi, walaupun tidak diketahui lokasi tepatnya.

Terdapat beberapa makam yang diyakini sebagai makam Syekh Siti Jenar, desa Kemlaten dan Gunung Jati di Cirebon, Pekalongan, Mantingan-Jepara, Tuban, dan beberapa kota lainnya yang tersebar di pulau Jawa. Dari semua makam yang diyakini sebagai makam Sykeh Siti Jenar, yang paling mendekati kisah asli beliau adalah makam beliau di bukit Ampatan Jati, berdekatan dengan makam sepupu beliau Syekh Datuk Kahfi, walaupun tidak diketahui lokasi tepatnya.

Berdasarkan penelusuran kami, makam Syekh Siti Jenar berada di sekitar lokasi makam Syekh Datuk Kahfi/Syekh Dzatul Kahfi/Syekh Nurjati di komplek Pemakaman Gunung Jati.

Banyaknya makam dan gelar yang diyakini sebagai Syekh Siti Jenar ini dikarenakan banyaknya pondok pesantren yang beliau buka sepanjang pulau Jawa. Ketika beliau meninggalkan pesantren yang didirikan untuk melakukan syi’ar Islam ke daerah-daerah lain, pesantren tersebut beliau serahkan ke murid kepercayaan beliau sebagai pengurus dan pimpinan pesantren. Berjalannya waktu Murid tersebut kemudian dikenal dengan gelar yang sebelumnya disematkan kepada Syekh Siti Jenar.


*Silsilah Syekh Siti Jenar, Syekh Datuk Kahfi, pangeran Panjunan, Pangeran Santri*

1. Nabi Muhammad SAW, berputeri
2. Sayidah Fatimah az-Zahra menikah dengan Ali bin Abi Thalib, berputera
3. Husain r.a, berputera
4. Ali Zainal Abidin, berputera
5. Muhammad al-Baqir, berputera
6. Imam Ja’far ash-Shadiq, berputera
7. Ali al-Uraidhi, berputera
8. Muhammad al-Naqib, berputera
9. Isa al-Rumi, berputera
10. Ahmad al-Muhajir, berputera
11. Ubaidillah, berputera
12. Alawi, berputera
13. Muhammad, berputera
14. Alawi, berputera
15. Ali Khali’ Qosam, berputera
16. Muhammad Shahib Mirbath, berputera
17. Sayid Alwi, berputera
18. Sayid Abdul Malik, berputera
19. Sayid Amir Abdullah Khan (Azamat Khan), berputera
20. Ahmad Syah Jalaludin (rodovid, sulaiman al baghdadi)
21. Sayid Abdul Kadir, berputera
22. Maulana Isa, berputera
23. (1)Datuk Soleh, (2)Datuk Ahmad
24. (1) Datuk Sholeh berputra: Syekh Siti Jenar,
(2) Datuk Ahmad b’putra : Syekh Datuk Kahfi (Syekh Nurjati).
Syekh Datuk Kahfi, Berputra :
25. Pangeran Panjunan / Syekh Maulana Abdurahman, berputra :
26. Pangeran Pamelekaran / Pangeran Muhammad
27. Pangeran Santri / Pangeran Koesoemadinata I/Maulana Salih/Ki Gedeng Sumedang

*Hubungan keluarga dengan Syekh Nurjati*

Maulana Isa, Kakek dari Syekh Siti Jenar, adalah seorang tokoh agama yang berpengaruh pada zamannya, demikian pula putra beliau Syekh Datuk Ahmad dan Syekh Abdul Soleh (ayah dari Syekh Siti Jenar). Syekh Datuk Ahmad, kakak dari ayah Syekh Siti Jenar, memiliki putra Syekh Datuk Kahfi yang selanjutnya dikenal pula dengan nama Syekh Nurjati. Dari silsilah keluarga ini dapat diketahui bahwa Syekh Siti Jenar adalah saudara sepupu dari Syekh Datuk Kahfi.

Catatan : Tulisan ini terkait dengan tulisan kami yang telah kami unggah sebelumnya yang berjudul : Memahami Ajaran Manunggaling Kawula Gusti; 5 Februari 2019; https://sofiaabdullah.wordpress.com/2019/02/05/memahami-ajaran-manunggaling-kawula-gusti/

Sumber:

1. Sunyoto, Agus, Atlas Walisongo
2. Ricklefs, M.C, Sejarah Indonesia Modern
3. Pustaka Rajya-Rajya i Bhumi Nusantara
4. Carita Purwaka Caruban Nagari
5. Sholikhin, Muhammad, K.H Ternyata Syekh Siti Jenar Tidak dieksekusi Walisongo
6. Arnold, T.W, The Preaching of Islam
7. Al Hadad, Habib Alwi bin Thahir, Masuknya Islam ke Timur Jauh
8. Babad Tanah Jawi
9. Dan sumber-sumber lain yang terkait

****

Alurwaktu & Penjelasan  Ringkas Sejarah Islam di Nusantara (3)

Penjelasan Ringkas (Ikhtisar) Alur Waktu Sejarah Islam Di Nusantara : 1602 hingga era Orde Baru.

4. 1602-1755 M Dibentuknya VOC, Berdirinya Mataram Baru, hingga dibubarkannya Mataram Baru thn 1755. Pada era ini terjadi beberapa peristiwa sejarah penting yang berpengaruh terhadap Islam di Nusantara :

●   Dibentuknya Perserikatan Dagang Negara-Negara Eropa, 2 negara anggotanya adalah VOC (Belanda) dan EIC (Inggris) memiliki peran besar dalam berbagai peristiwa sejarah di Indonesia. Dibentuknya Perserikatan Dagang ini semakin menguatkan kedudukan kolonialisasi bangsa Eropa di Nusantara. Era ini ditandai dengan berbagai pemberontakan dan kudeta sejak tahun 1578 hingga wafatnya Sultan Pajang Hadiwijaya tahun 1582. Pemberontakan dan kudeta terus berlanjut hingga Sultan Agung Hanyokrokusumo berkuasa tahun 1613. (1)

Lambang EIC (Inggris) dan VOC (Belanada), adalah 2 dari sekian banyak anggota Perserikatan dagang bangsa Eropa di wilayah Hindia Timur. Awalnya mereka bersaing untuk mendapat tanah jajahan, namun karena selalu gagal, mereka kemudian bekerja sama membentuk Perserikatan Dagang Hindia Timur, dan akhirnya dengan politik pecah belah dan kuasai (devide et empera), mereka berhasil memonopoli perdagangan di wilayah Hindia Timur

●   Tahun 1613 sultan Agung Hanyokrokusumo mencapai puncak kekuasaannya setelah melakukan penyerangan keberbagai daerah untuk mengakui kedaulatan Sultan Agung.

●   Melakukan kerjasama dengan Kesultanan Turki Utsmani. Diawali kerjasama perdagangan, kemudian politik dan pada akhirnya penyerahan Pulau Jawa sebagai bagian dari wilayah Turki Utsmani oleh Sultan Agung di Mekkah.

●   Merubah bentuk pemerintahan dari sistem Dewan Wali menjadi Kerajaan (pemilihan sultan berdasarkan ke turunan), mengadopsi sistem kerajaan atau Kesultanan  Turki Utsmani.

●   Pada era Amangkurat I (1646-1676) diberlakukan blokade perdagangan laut hingga penduduk Pulau Jawa tidak dapat melakukan perdagangan keluar Pulau Jawa. Ekonomi negara hanya mengandalkan sistem pertanian dan perkebunan. Kebijakan ini dilakukan karena takut pemberontakan terhadap Amangkurat I meluas keluar Pulau Jawa.

●   Blokade perdagangan laut menyebabkan perekonomian negara menjadi kacau. Pemberontakan terhadap Amangkurat I semakin meluas. Amangkurat I meminta batuan VOC untuk mengatasi pemberontakan dalam bentuk hutang untuk membayar pasukan, kebutuhan perang, dan senjata.

●   Pembunuhan ribuan ulama dan para pemimpin lama yang memberontak kebijakan Amangkurat.

●   Desas Desus yang menyebar ke berbagai keraton (Kota berbenteng) di Jawa bahwa Amangkurat II (1677-1703) bukan Sunan Rahmat tapi Anak Gubernur Jenderal dengan wanita lokal. Penduduk Jawa menyebutnya sebagai Sunan Amral (Admiral) karena Amangkurat II pemimpin Jawa pertama yang menggunakan baju dan atribut Belanda.

5. 1755-1945 Sejarah Indonesia era Kolonial.

Era kolonial ini dibagi menjadi 3 Era :

1. 1602-1799 : Era kolonialisasi VOC/ EIC (gabungan Perusahaan-Perusahaan Dagang Eropa di Hindia Timur). Pada era ini satu persatu wilayah nusantara di kuasai dengan cara mengadu domba antar wilayah. Era ini mencapai puncaknya setelah perjanjian Giyanti 1755. (2)

●   Diawali dengan perjanjian Giyanti 13 Febuari 1755, dengan ditandatanganinya perjanjian Giyanti, secara de Fakto dan de Jure menandai berakhirnya kesultanan Mataram dan membagi wilayah Mataram menjadi 2 wilayah kerajaan yang berpusat di Yogyakarta dan Surakarta.

●   Pemerintah kolonial membuat pemerintahan Islam baru yang berbentuk kesultanan-kesultanan kecil di bekas wilayah Mataram yang tunduk pada aturan kolonial dalam segala aspek bahkan dalam rumah tangga para sultan. Pejabat yang berkuasa saat itu dipilih oleh pemerintah kolonial berdasarkan kesetiaannya pada pemerintah kolonial. contoh : Pakubuwono I (pangeran Puger) menyerahkan seluruh kekuasaannya di sepanjang pantai utara Jawa kepada pemerintah kolonial dengan alasan membayar hutang perang yang dibantu oleh VOC. PB I ataupun Pangeran Puger disini bukan nama hanya gelar, pangeran Puger diangkat menjadi PB I oleh VOC utk melawan Amangkurat III

●   Pada era ini pula satu persatu sistem kesultanan (feodal) yang melawan pemerintah kolonial Belanda dibubarkan diganti dengan keresidenan. Kesultanan yang ‘taat’ dengan aturan kolonial tetap berdiri.

2. 1799-1941 : Era Kolonialisasi kerajaan Belanda. Peristiwa sejarah penting pada periode ini adalah lahirnya generasi Indo/peranakan. Generasi ini lahir dari bapak/ibu Eropa dengan penduduk pribumi atau para tawanan perang yang diperbudak dan dipekerjakan di perkebunan-perkebunan milik bangsa Eropa. Adanya generasi indo menambah keragaman penduduk Indonesia, bukan hanya keragaman wajah tapi juga budaya campuran, terutama dalam seni bangunan dan makanan.

Lahirnya generasi Indo dan peranakan Tionghoa adalah 2 diantara beberapa peristiwa sejarah yang pengaruhnya dirasakan hingga saat ini.

3. 1941-1945 : Era kolonial Jepang. Peristiwa-peristiwa sejarah penting yang terjadi pada era ini :

●   Lahirnya budaya campuran perpaduan Jepang dan Nusantara dalam bentuk tarian dan lagu, contoh: tari dan lagu gending Sriwijaya yang diciptakan pada era ini. Tari dan lagu Gending Sriwijaya yang dibuat berdasarkan tarian dan musik tradisional Jepang. Tarian ini mengisahkan kejayaan Palembang pada masa Sriwijaya yang berdasarkan teori kolonial Belanda, dikatakan sebagai kerajaan Budha terbesar yang pernah ada di Indonesia.

●   Generasi Indo (campuran penduduk lokal dengan bangsa Eropa) dikembalikan ke negeri-negeri ayah mereka baik terpaksa atau sukarela.

●   Lahirnya generasi campuran penduduk Indonesia dengan Jepang baik akibat pemaksaan atau pernikahan.

●   Kewajiban upacara dan menyembah Matahari terbit sebagai simbol agama Shinto.

●   Keempat faktor diatas menyebabkan pemberontakan kaum Ulama dan para santri. Pemberontakan ini menyebabkan banyaknya para ulama yang terbunuh. Tokoh ulama pejuang yang terkenal pada era ini : Kyai Haji Hasyim Asy’ari (Jatim), Kyai Haji Zaenal Mustafa (Tasik)

KH Zaenal Mustafa (1899-1944) ulama Tasik pemimpin perlawanan terhadap penjajahan Jepang.

6. 1945 M – sd Saat Ini. Era kemerdekaan Indonesia. Berikut peristiwa-peristiwa pada era ini yang merubah jalannya sejarah Indonesia. 

Foto tahun 1947, relief pada Candi Prambanan sedang dalam proses pembuatan, jadi jelas relief ini bukan relief dari beberapa abad yang lalu, tapi baru di buat tahun 1947.

●   1958 Semua sistem kesultanan di Indonesia dibubarkan kecuali DIY Yogyakarta. Kesultanan di Indonesia melebur dengan Negara kesatuan Republik Indonesia dan menjadi Propinsi. 

●   Sistem pendidikan umum tetap menggunakan sistem pendidikan era kolonial. Teori-teori sejarah yang dibuat oleh sejarawan era kolonial seperti teori seputar kerajaan Majapahit, Sriwijaya, Teori Hindu Budha, Teori Masuknya Islam ke Nusantara, Teori Sejarah Jakarta, Teori Kerajaan Sunda dan sebagainya diresmikan sebagai sejarah resmi yang dipelajari di sekolah-sekolah umum.

●   Sekitar tahun 1960an, Sukarno membentuk tim sejarah untuk menyusun kembali sejarah nasional Indonesia yang dipimpin antara lain oleh Buya Hamka dan Abu Bakar Aceh. Dari sinilah lahir slogan bung Karno yang terkenal : “Jas Merah” (Jangan Sekali-kali melupakan sejarah). Pembentukan tim ini melahirkan teori-teori baru tentang sejarah Islam di Indonesia, diantaranya teori Mekkah Buya Hamka, Sejarah Syiah di Nusantara karya Abu Bakar Aceh. Sayangnya, sebelum tim ini sukses merubah sejarah, banyak terjadi konflik politik dalam negeri hingga naiknya Suharto pada tahun 1968 menggantikan Sukarno.

●   Pada era Orde Baru, susunan sejarah Indonesia kembali menggunakan Teori-teori era kolonial bahkan memperkuat teori era kolonial dengan melakukan perubahan-perubahan di banyak situs sejarah, antara lain :

●   1976 situs pemakaman muslim kuno di Cangkuang, Garut diresmikan sebagai situs Hindu dengan didirikannya Candi Cangkuang yang dibuat hanya berdasarkan perkiraan yang didasari teori sejarah candi Era Kolonial. (2)

●   1982 dan seterusnya banyak situs makam-makam kuno yang dihancurkan dengan alasan pembangunan atau diubah menjadi tempat pesugihan (Gunung kawi dsb), lokalisasi (Kemukus, Kramat Tunggak)

●   1970-1990an berbagai situs pemukiman dan pemakaman kuno mengalami perombakan besar-besaran dengan alasan renovasi, diantaranya situs Trowulan dan Troloyo yang dijadikan sebagai situs Ibukota Majapahit. Situs pemakaman kuno di Palembang dijadikan situs arkeologi Sriwijaya hanya berdasarkan perkiraan, pemindahan situs pemakaman kuno di sekitar Borobudur dan sebagainya. Adanya renovasi yang hanya bersumber dari asumsi yang diambil dari teori-teori era kolonial baik disengaja ataupun tidak semakin memperkuat teori sejarah Indonesia era kolonial yang sudah seharusnya di kaji ulang.

Bagi para peneliti, pemerhati dan pecinta sejarah bila berkunjung ke situs-situs sejarah, sangat penting untuk mempertanyakan sejarah renovasi situs tersebut sebelum menyimpulkan hasil riset atau hanya sekedar menulis di internet. Mengetahui sejarah renovasi situs sangat penting karena renovasi situs memiliki peran penting dalam mengubah sejarah.

Ditulis oleh : Sofia Abdullah

Catatan & Sumber-sumber :

(1) Tentang Sejarah VOC bisa dibaca tulisan kami yang berjudul : Hebatnya Indonesiaku;17 Januari 2017; https://sofiaabdullah.wordpress.com/2017/01/17/hebatnya-indonesiaku/

(2) Tentang Candi Cangkuang dan pemakaman muslim bisa dibaca tulisan kami : Candi Cangkuang, Situs Hindu atau Islam?;12 Februari 2020; https://sofiaabdullah.wordpress.com/2020/02/12/candi-cangkuang-situs-hindu-atau-islam/

*Alur waktu ini dibuat berdasarkan lebih dari 10 thn penelitian sejarah Indonesia, dan untuk membuat Timeline ini kami mengambil sumber dari ratusan buku referensi yang daftarnya akan kami posting di WordPress kami dalam waktu dekat InsyaAllah.

Alur Waktu dan Penjelasan Ringkas Sejarah Islam di Nusantara (2)

Penjelasan Ringkas (Ikhtisar) Alur Waktu Sejarah Islam Di Nusantara : 0 SM sd 1613 M

1. 0 – 610 M Sejarah Indonesia Pra Islam

●   Agama Dharma : Agama Tauhid leluhur Nusantara (skala mayoritas) bukan Hindu, Budha atau HinduBudha. Agama Dharma sebagai agama Tauhid dapat dilihat dari ajaran Agamanya, ritual ibadah, dan tradisi yang terkait dengan ketuhanan. Agama ini masih ada di Bali dan Jawa hingga saat ini dengan sebutannya masing-masing. 

●   Penciptaan Bumi dan alam semesta, penghuni bumi sebelum Adam as menurut naskah kuno, kitab-kitab suci beberapa agama, dan perbandingannya dengan Al Qur’an dan Hadits. (1)

●   Sang Hyang Adhama: kisah manusia pertama penghuni bumi dan keturunannya atau kisah Nabi Adam dalam  naskah-naskah kuno Nusantara (2)

●   Kisah nabi Nuh as, Ratu Galuh dan leluhur Nusantara, Banjir Besar dan pengaruhnya terhadap kepulauan Nusantara (3)

●   Leluhur nusantara dalam Kisah Wayangpurwa dan kaitannya dengan kisah para nabi dan rasul sebelum nabi Muhammad saw.

2. 610-800 M   Sejarah Indonesia Masa Perkembangan Islam

●   Islam awal masuk ke Indonesia melalui 3 cara :

1. 610-632 M (Era Rasulullah saw) Melalui para utusan Rasulullah saw sejak era Makiyyah hingga wafatnya Rasul saw (632 M) (4)

2. 632-661 M Melalui para utusan Khulafaur Rasyidin

3. 681-700an M Melalui kaum Muslim Dari kalangan anggota keluarga Nabi saw dan para pengikutnya yang hijrah ke Nusantara setelah peristiwa Karbala.

●   Islam mulai dikenal penduduk di berbagai kepulauan nusantara melalui 2 cara yang waktunya hampir bersamaan :

1. Melalui kitab-kitab yang diwariskan dari leluhur nusantara. Agama penduduk nusantara umumnya adalah agama tauhid, yang disebut dalam bahasa Al Qur’an sebagai agama millatu Ibrahim (Agama nabi Ibrahim yg lurus). Agama Millatu Ibrahim ini di kenali dengan tradisi ritualnya berupa tradisi memakamkan jenazah, ritual ibadah, ziarah dsb. Dan seperti yang di jelaskan dalam Al Qur’an, setiap penganut agama tauhid adalah mereka yang mewarisi kitab dari nabi terdahulu atau yang disebut juga sebagai Ahlulkitab. Dalam kitab inilah sebagian leluhur nusantara, seperti ahlulkitab yang lain mengetahui akan kedatangan Rasul saw bernama Muhammad yang memulai awal kenabiannya di kota Mekkah. (5)

2. Melalui Kedatangan para utusan Rasulullah saw ke berbagai lokasi wilayah kuno di nusantara. Kedatangan utusan Rasul saw ke nusantara yang pertama tercatat dalam sejarah, setelah peristiwa hijrah pertama ke Ethiopia (613 M). Kedatangan para utusan ini dibuktikan diantaranya melalui situs pemakaman dan pemukiman muslim yang telah ada sejak Rasul saw masih hidup, seperti wilayah Aceh, Barus, Maluku, Sancang-Garut yang saat ini walaupun telah menjadi hutan, namun masih terdapat situs bekas pemukiman dan pemakaman, yang besar kemungkinan adalah makam dari tokoh yang Rakeyan Sancang, tokoh jawa barat yang hidup pada masa rasul saw dan menjadi murid Imam Ali as.

●   Dakwah Islam versi Rasulullah saw :

1. Mengutus para utusan terpilih dari kalangan keluarga dan sahabat rasul saw untuk memberikan pesan kepada para pemimpin Negara lain berupa surat yang isinya mengenalkan kedudukan Rasul saw sebagai Rasul dan pemimpin Islam.

2. Mengajak kerjasama dalam bidang politik dan perdagangan yang saling menguntungkan kepada para pemimpin baik pemimpin yang mau menerima Islam atau tetap pada agamanya.

3. Kerjasama politik dan perdagangan cara Rasul saw dan para Nabi sebelum beliau saw adalah dengan menyewa sebidang tanah di pusat-pusat perdagangan negeri tersebut kepada pemimpin setempat. Di tanah yang mereka sewa ini, para utusan Rasul saw melakukan niaga dengan penduduk lokal maupun asing, menjalin persahabatan dengan penguasa setempat sekaligus mengenalkan ajaran Islam kepada penduduk dimanapun mereka ditempatkan.

4. Para utusan ini melakukan perdagangan untuk penghidupan mereka di tanah asing. Keuntungan hasil usaha dan sewa tanah akan mereka bagi sekian persen kepada penguasa setempat. Dengan cara yang menguntungkan ini, jarang sekali ada penguasa yang menolak para utusan Rasul saw. Sebagai balasannya, mereka mendapat perlindungan dari penguasa setempat. Contoh hubungan Rasul saw dengan raja Ethiopia dan Mesir.

5. Cara perdagangan seperti ini masih dilakukan para pengusaha muslim, terutama di Indonesia hingga akhir abad ke-15. Dengan cara perdagangan seperti ini, selain memberikan keuntungan kepada kedua belah pihak tanpa harus berperang, juga menambah variasi penduduk Indonesia, karena umumnya para pengusaha yang melakukan perdagangan di berbagai kota-kota ini akan menetap dikota tersebut dan menikah dengan penduduk setempat. Istri-istri mereka kemudian dibawa ke Tanah air dan terjadilah asimilasi budaya antara penduduk nusantara dengan para pendatang asing, contoh asimilasi budaya India wilayah tertentu dengan nusantara melahirkan suku padang, Aceh, dsb bisa dilihat dari makanan, busana, tradisi dsb. Demikian pula dengan asimilasi budaya dengan bangsa lain, yang wilayahnya menjadi pusat perdagangan kuno, seperti kota Tarim, Hadramaut, Malabar, Gujarat, Delhi, Syam (Suriah), uzbekistan, Maroko (Maghribi) sampai ke China.

3. 800-1613 M Sejarah Indonesia Masa Pemerintahan Islam Lama (Mataram Kuno).

Sikap para utusan yang meneladani akhlak Rasul saw yang agung, keahlian mereka dalam berbagai bidang baik urusan dunia ataupun agama, menyebabkan para keluarga dan sahabat nabi terpilih yang menjadi duta Islam mendapatkan kepercayaan dari para penguasa lokal. Banyak diantara para utusan ini yang kemudian menikah dengan keluarga penguasa setempat, dan dipercaya memimpin wilayah-tertentu. Dalam waktu 200 tahun setelah masa perkembangan Islam, pemerintahan Islam mulai tersebar di beberapa wilayah kuno Nusantara. Masa ini di tandai dengan :

●   Dibentuknya sistem Dewan Wali. Dewan Wali terdiri dari kaum ulama (pandita) dan perwakilan agama Dharma. Dewan Wali ini yang menunjuk para pemimpin yang menjalankan tugas negara (eksekutif) dengan bimbingan kaum ulama. Dalam naskah-naskah kuno Dewan Wali ini dikenal dengan Walisongo.

●   Dari penelusuran kami ada beberapa kemungkinan alasan mengapa Dewan Wali ini dalam naskah-naskah kuno disebut Walisongo, satu diantaranya yang paling mendekati dengan kisah-kisah dalam babad adalah karena Dewan Wali ini terdiri dari 9 bagian/ dewan/komisi para wali yang tiap-tiap bagiannya dipimpin oleh satu orang ketua Dewan. 9 ketua Dewan Wali inilah yang kemudian dikenal dengan Walisongo. Para anggota dewan wali ini menjabat hingga wafatnya atau sampai mengundurkan diri. Kemudian diangkat penggantinya. Demikian seterusnya dari generasi ke generasi. Dewan Walisongo yang umum diketahui adalah Dewan Walisongo generasi terakhir.

●   Dari silsilah para Sunan yang kami telusuri, Walisongo generasi pertama telah ada sejak tahun 800an Masehi, jauh sebelum berdirinya Kerajaan Turki Utsmani (1275-1925). Sistem ini dibubarkan pada era Sultan Agung dengan mendirikan pemerintahan bentuk kerajaan sebagai ganti kesunananan.

●   Dalam sejarah umum (teori kolonial), era ini disebut Mataram Lama yang beragama Hindu-Buddha. Faktanya, bila kita mau menelusuri sejarah wilayah kota-kota besar yang tersebar di Indonesia, pada masa ini sepanjang pantai utara Jawa, Sumatera dan Sulawesi mayoritas penduduk dan pemimpin wilayahnya beragama Islam.

●   Walaupun telah banyak wilayah yang menggunakan pemerintahan Islam, wilayah lama yang mayoritasnya bergama Dharma tetap ada, bisa di baca dalam naskah-naskah kuno dalam pemerintahan Dewan Walisongo terdapat wali/perwakilan dari agama Dharma. Agama Dharma menurut teori kolonial disebut agama Hindu-Buddha.

Ditulis oleh : Sofia Abdullah

Catatan dan sumber-sumber

(1) Sebagian tulisan tentang bagian ini bisa dibaca pada link ini : Penciptaan Jinn, Malaikat, Adam as & Asal mula Iblis;30 September 2016; https://sofiaabdullah.wordpress.com/2016/09/30/penciptaan-jinn-malaikat-adam-as-asal-mula-iblis/

(2)  Nabi Adam: Bapak Manusia; 28 September 2016; https://sofiaabdullah.wordpress.com/2016/09/28/jejak-jejak-nabi-adam-di-nusantara/

(3) Asal Kata Manusia; 1 Agustus 2021; https://sofiaabdullah.wordpress.com/2021/08/01/asal-kata-manusia/

(4) Lebih lengkap tentang utusan Rasulullah bisa dibaca tulisan kami di link ini : *Imam Ali bin Abi Thalib RA, Kian Santang & Rakeyan Sancang; 22 Juni 2020; https://sofiaabdullah.wordpress.com/2020/06/22/imam-ali-bin-abi-thalib-rakean-santang-rakeyan-sancang/

*Sahabat Dari Negeri Yang Jauh; 9 Maret 2021 ;https://sofiaabdullah.wordpress.com/2021/03/09/sahabat-dari-negeri-yang-jauh/

*Masjid pada Masa Rasulullah saw (1);5 Maret 2020; https://sofiaabdullah.wordpress.com/2020/03/05/masjid-pada-era-makiyyah-1/

(5) Lebih lengkapnya tentang Agama Milatu Ibrahim, bisa dibaca di link ini : Millatu Ibrahim, Tradisi Ziarah & Bangunan Makam(bagian 1) ; 9 September 2021; 
https://sofiaabdullah.wordpress.com/2021/08/09/millatu-ibrahim-tradisi-ziarah-dan-bangunan-makam-bagian-1/



Ciri Bangunan Masjid & Makam Kuno

1. Masjid pada masa Rasulullah dilihat dari fungsinya bukan bentuk. Budaya memiliki peran penting dalam bentuk bangunan masjid. Pada masa Rasul saw, bentuk bangunan masjid dibuat seperti umumnya bentuk bangunan tradisi Arab pada masa itu, memiliki fondasi dan bangunan utama berbentuk bujur sangkar.

Gambaran Masjid Nabi di Madinah awal dibangun, teras yang lapang dikelilingi dinding berbentuk persegi panjang. Bagian Masjid terbagi 2 beratap dan dan tidak. Bagian tanpa atap di samping pintu masuk adalah sumur dan tempat bersuci. Di bagian luar masjid terdapat bangunan ahlusuffah, rumah keluarga nabi dan sahabat. Konsep bentuk masjid disesuaikan dengan bangunan hunian tradisional Arab yang berbentuk persegi panjang atau bujur sangkar.

2. Konsep bangunan Masjid yang diajarkan Rasulullah saw pada awalnya adalah sebuah kompleks bangunan dengan berbagai fungsi, yaitu: fungsi peribadatan, syi’ar Islam, sosial dan pendidikan.

3. Masjid terdiri dari 4 bagian utama, yaitu :

1. Bagian terluar masjid setelah gerbang masuk masjid terdapat sumur  sebagai tempat untuk mandi dan bersuci. 2. Halaman atau teras Masjid selain sebagai tempat sholat juga sebagai tempat berkumpul para sahabat ketika melakukan syi’ar kepada umat yang baru mengenal Islam. 3. Bagian utama dengan atap tempat terdapatnya Mihrab. 4. Bagian ke-empat yaitu bagian belakang bangunan masjid terdapat Makam.

4. Pada masa awal penyebaran Islam keseluruh dunia, bagian bangunan Masjid masih mengikuti pola ini, setiap bagian bangunan dilihat dari fungsinya. Adapun bentuk bangunan Masjid mengikuti tradisi bentuk bangunan masyarakat di wilayah manapun masjid tersebut berada. Seperti Masjid Nabawi di Madinah bentuk bangunannya mengikuti bentuk bangunan tradisi Arab saat itu, berbentuk persegi panjang atau kubus dengan teras dan beratap jerami. Tujuan bentuk bangunan mengikuti bentuk bangunan setempat adalah untuk mempermudah syi’ar Islam.

Hingga saat ini, sebagian besar bentuk bangunan di Jazirah Arab berbentuk persegi panjang atau kubus, bentuk bangunan seperti ini menyesuaikan dengan iklim gurun yang ekstrim.

5. Setelah wafatnya Rasulullah, lambat laun fungsi dan bangunan Masjid mulai berubah, terdapat tambahan-tambahan bangunan dalam kompleks Masjid, seperti perubahan fungsi mihrab, penambahan menara, kubah, maqsurah dan beduq. Penambahan bagian-bagian baru pada Masjid, memiliki sejarahnya masing-masing, tergantung situasi, kondisi dan pergolakan politik yang terjadi pada masa tersebut. (Tentang sejarah bangunan masjid bisa dibaca tulisan kami di : https://sofiaabdullah.wordpress.com/2020/03/05/masjid-pada-era-makiyyah-1/)

6. Walaupun terdapat penambahan dan pergeseran fungsi dari masa ke masa, hingga akhir abad ke-19 secara garis besar bangunan masjid masih dilihat dari fungsi, mengikuti contoh masjid Nabi di Madinah yang dilihat dari fungsi bangunan, sementara bentuk dan model bangunan masjid dibelahan dunia manapun, disesuaikan dengan ciri bangunan setempat.

Xi an Great Mosque. Masjid yang di bangun tahun 742 M ini mengikuti konsep bentuk bangunan rumah tradisional China, dengan 4 fungsi masjid mengikuti konsep masjid nabi di Madinah; tempat bersuci, teras, bagian utama masjid dan makam yang berada di bagian belakang kompleks masjid.

7. Masjid-masjid kuno yang tersebar di berbagai belahan dunia tidak memiliki simbol atau bangunan khusus, seperti kubah atau bulan bintang, karena kedua simbol ini adalah penambahan baru yang dimulai pada abad ke 16, ketika Turki Utsmani mulai melakukan invasi untuk memperluas kekuasaannya. Bangunan dengan kubah adalah bangunan tradisi Romawi dan Asia Tengah. Sementara simbol Bulan sabit dan bintang adalah simbol yang digunakan Turki Utsmani untuk menandai wilayah kekuasaannya.

8. Awal masuknya Islam ke nusantara, yaitu pada masa Rasulullah saw, bangunan masjid masih mengikuti konsep awal bangunan masjid yang diajarkan Rasulullah, yaitu dengan melihat fungsinya, adapun  bentuk bangunan mengikuti bentuk bangunan budaya nusantara yang bercirikan atap tumpang.

Beberapa contoh masjid dengan model bangunan tradisi Indonesia, gbr 1 (atas) Masjid Kuno di Serang dan Masjid Inderapuri di Aceh (gbr 2, bawah)
Masjid Menara Kudus dengan bentuk bangunan menara masjid yang menyerupai bangunan candi.

9. Masjid kuno di Nusantara juga dikenali dengan keberadaan makam dan bangunan makam. Bila dalam satu wilayah terdapat makam atau bangunan makam, namun tidak ditemukan bangunan masjid, besar kemungkinan di lokasi tersebut pernah terdapat masjid, karena makam dan masjid berada dalam satu lokasi yang sama. Lokasi makam yang berada di belakang masjid mengikuti konsep makam Masjid Nabi di Madinah, yang berada di bagian belakang Masjid. Tujuan diadakannya pemakaman dekat dengan Masjid adalah untuk mempermudah pengurusan jenazah, dari mulai memandikan, mensholatkan, hingga menguburkan. Sementara untuk yang masih hidup, tujuannya adalah, dengan mengingat kematian umat Islam diharapkan akan bertambah keimanannya, dan takut untuk berbuat dzalim pada diri sendiri atau orang lain.

10. Berdasarkan temuan jenazah di beberapa situs yang kami kunjungi, seperti situs Batu Jaya, Trowulan, dan beberapa situs lain dan dari naskah-naskah kuno yang kami pelajari, yang menunjukkan bahwa situs tersebut adalah bangunan makam. Temuan ini menandakan bahwa jauh sebelum dikenalnya agama Islam, leluhur nusantara telah mengenal tradisi menguburkan jenazah, mendirikan bangunan makam dan tradisi ziarah. Pengurusan jenazah dengan cara dimakamkan atau dibuatkan bangunan makam dengan berbagai macam variasinya atau adanya tradisi ziarah para pemimpin terdahulu yang tercatat dalam naskah -naskah kuno adalah bukti bahwa leluhur nusantara penganut ajaran Tauhid. Ajaran tauhid mengajarkan keberadaan Tuhan yang satu yang Maha Kuasa, pencipta alam semesta. Ajaran tauhid yang dikenal di seluruh dunia adalah ajaran Nabi Ibrahim. Walaupun dengan nama yang sedikit berbeda karena mengikuti bahasa kaumnya. Selengkapnya tentang agama millatu Ibrahim bisa dibaca pada link ini : https://sofiaabdullah.wordpress.com/2021/08/09/millatu-ibrahim-tradisi-ziarah-dan-bangunan-makam-bagian-2/

11. Pada setiap masjid kuno selain terdapat pemakaman umum, juga terdapat pemakaman khusus dalam bangunan berupa kamar atau ruang terpisah yang disebut Bangunan makam atau cungkup makam. Bentuk bangunan makam mengikuti tradisi bangunan setempat.

Bangunan makam Sunan Ja’far Sodiq (Sunan Kudus) di bagian belakang Masjid Kudus (dari kata al Quds), kota Kudus, Jawa Tengah.

12. Bangunan makam memiliki banyak bentuk dan variasi. Pada masa lalu, bangunan makam lebih cenderung mengikuti tradisi budaya setempat. Pada aliran-aliran agama tertentu, seperti agama yahudi, Nasrani dan Islam terutama dalam mazhab Ahlul bait, tradisi bangunan makam masih dilakukan hingga kini.

13. Hingga kini bangunan makam masih dapat dilihat pada pemakaman-pemakaman umum di Indonesia dan wilayah-wilayah di Asia Tenggara yang berpenduduk mayoritas muslim, hanya saja pada masa kini bangunan makam cenderung lebih sederhana dan terbuka.

Bangunan makam adalah salah satu tradisi leluhur nusantara yang masih bertahan hingga saat ini, hanya saja bangunan makam modern umumnya hanya beratap dan lebih terbuka, pada masa lalu situs bangunan makam lebih tertutup dan terdapat pintu yang tidak setiap orang dapat masuk tanpa izin dari keluarga pemilik bangunan makam. Gbr. Koleksi pribadi penulis.

14. Dalam setiap agama umumnya terdapat aliran anarkis yang cenderung memaksakan kehendaknya dan merasa golongannya paling benar. Aliran ini biasanya berseberangan dengan ajaran agama yang sesungguhnya, karena setiap agama umumnya mengajarkan nilai-nilai positif dalam menjalani kehidupan dengan damai, bukan dengan kekerasan. Berbanding terbalik dengan golongan anarkhis, golongan ini cederung memaksakan kehendaknya, golongan ini umumnya bertujuan menguasai pemerintahan dengan mengatasnamakan agama. Golongan ini akan mengajak kerjasama para pejabat yang berambisi menjadi penguasa, agar pemerintahan dapat dijalankan sesuai agenda mereka.

15. Aliran anarkis dalam sejarah Islam, dimulai pada era dinasti Umayyah dan Abasiyyah, yang ditandai dengan pembunuhan besar-besaran terhadap golongan yang bersebrangan dengan haluan politik mereka, walaupun pihak tersebut memiliki aqidah yang sama. Sikap politik ini diturunkan hingga generasi penerus mereka yang memilih menjadikan keturunan nabi, keluarga dan pengikutnya sebagai lawan politik. Persaingan politik, haus kekuasaan dan kekayaan melahirkan golongan ulama-ulama pro penguasa dan pengikutnya yang mendukung segala keinginan penguasa walaupun keinginan tersebut seringkali berseberangan dengan ajaran Islam. Penghancuran bangunan makam, situs-situs bersejarah, biasanya didalangi oleh golongan ini. (1)

Peristiwa pembantaian Imam Husein dan keluarga nabi yang lain di Karbala pada tanggal 10 Muharram 681 M, oleh pasukan Yazid bin Muawiyah bin Abu Sofyan adalah bukti abadi kedzaliman penguasa Bani Umayyah kepada keluarga nabi saw yang tetap diperingati hingga saat ini di seluruh dunia.

16. Golongan ini memiliki banyak sebutan diantaranya yang paling terkenal adalah khawarij dan nawasib. Sejalan dengan berlalunya zaman, golongan ini terpecah lagi menjadi beberapa golongan. Golongan ini memiliki peran penting dalam merubah sejarah bangunan masjid, dari mulai bentuk bangunan masjid yang lebih melihat fungsi daripada bentuk hingga menjadi bangunan masjid yang ada pada masa kita sekarang.

17. Pasca wafatnya rasul saw (632-1200-an) golongan nawasib ini menjadi mayoritas penguasa di Jazirah Arab dan sekitarnya. Golongan ini sangat membenci keluarga nabi saw, keturunan dan pengikutnya karena dianggap lawan politik mereka. Kondisi politik ini menyebabkan terjadinya gelombang hijrah keturunan dan pengikut keluarga nabi saw ke wilayah Asia hingga ke Nusantara.

18. Penguasa nawasib mencapai puncaknya pada masa ke khalifahan Turki Usmani (1300-1925), yang melebarkan sayap kekuasaannya dengan cara invasi dan pemaksaan untuk mengakui kedaulatan Turki Utsmani. Invasi ini terus melebar hingga ke wilayah Eropa dan Asia. Kekhalifahan Turki Usmani menyerang negara manapun baik muslim maupun non muslim yang tidak mau tunduk dan memberi upeti pada mereka.

19. Pada masa kini, satu-satunya negara yang masih menganut sistem kerajaan nawasib adalah Kerajaan Saudi Arabia dengan mazhab yang dianut mereka adalah mazhab Wahabi, salah satu golongan dalam Islam yang diajarkan oleh Muhammad bin Abdul Wahab, yang mulai berkembang pada abad ke-18,  pada era kolonial Inggris di jazirah Arab.

20. Sepanjang sejarah Islam, Golongan Nawasib ini memiliki peran besar dalam perubahan sejarah Islam dengan cara penghancuran bukti-bukti sejarah baik dalam bentuk tulisan atau bangunan.

Situs pemakaman Baqi yang berlokasi di bagian belakang Masjid Nabi adalah kompleks pemakaman tertua yang dibangun oleh Nabi Muhammad saw. Kompleks pemakaman ini adalah tempat dimakamkannya keluarga dan sahabat nabi. Sayangnya makam yang awalnya dibangun indah, pada tahun 1926 dihancurkan oleh gerakan wahabi, yang bekerja sama dengan kerajaan Saud. Penghancuran kompleks pemakaman Baqi ini adalah penghancuran terbesar dalam situs sejarah Islam.

Ditulis oleh : Sofia Abdullah

Catatan :

1. Sejarah mencatat peristiwa perusakan ka’bah yang terjadi 2x pada era bani Umayyah.

Sumber Buku dan Jurnal Penelitian :

1. Subhani, Ja’far, Sejarah Nabi Muhammad SAW = Ar Risalah; penerjemah, Muhammad Hasyim & Meth Kieraha ; penyunting, Tim Lentera, Cet.8, Lentera, 2009.

2. Fanani, Ahmad, Arsitektur Masjid, Yogyakarta, Bentang, Cetakan Pertama, 2009.

3. Al Husaini al hamid H. M. H, Riwayat Kehidupan Nabi Besar Muhammad saw, Cet. XI 2006, Pustaka Hidayah.

4. Jafarian Rasul, Sejarah Islam, Sejak Wafat Nabi saw Hingga Runtuhnya Dinasti Bani Umayah, cet. 2, 2009, PT. Lentera Basritama.

5. Jafarian Rasul, sejarah Para Pemimpin Islam dari Gerakan Karbala Sampai Runtuhnya Bani Marwan, Cet. 1, 2010, Al Huda.

6. Jafariyan Rasul, Sejarah Para Pemimpin Islam Dari Imam Ali Sampai Monarki Muawiyah, Cet. 1, 2010, Al Huda

7. Jafariyan Rasul, Sejarah Para Pemimpin Islam Dari Abu Bakar Sampai Usman, Cet. 1, 2010, Al Huda.

8. Hijazi Ahmad Tariq, The Shiites and Al Aqsa Mosque, Committee For The Defence Of The Belief Of Ahlu Sunnah Palestine.

9. Osman. A Latif, Ringkasan Sejarah Islam, Cet .29, Widjaya, Jakarta  Amstrong. Karen, Sejarah Islam, Cet I, Mizan, 2014.

10. Al Hadad. Bin Thahir. Al Habib Alwi, Sejarah Masuknya Islam Di Timur Jauh, Cet.I, 2001, Lentera Baristama.

11. Sunyoto. Agus, Atlas Wali Songo, Cet.1, 2012, Pustaka Iman.

 12. C.I.E.MA.Arnold.TW, Preaching Of Islam : A History Of The Progation Of The Muslim Faith, 1913.

13. Aceh. Aboebakar.H.Dr.Prof, Sekitar Masuknya Islam Ke Indonesia, Cet.4,1985, Ramdhani.

14. Atjeh. Aboebakar.Dr.Prof, Sji’ah Rasionalisme Dalam Islam, Yayasan Penyelidikan Lembaga Islam.

 

Ziarah ke Situs Makam Pasarean Agung Sentono Boto Putih (2)

Tokoh-tokoh yang dimakamkan di Sentono Boto Putih

Sentono Boto putih, seperti umumnya situs makam-makam kuno, terdiri dari beberapa kompleks makam. Pada tiap kompleks makam terdapat gapura paduraksa dan dinding yang mengitari makam yang disebut cungkup makam. Satu cungkup makam terdiri lebih dari 1 makam, biasanya dari satu keluarga. Cungkup makam ini memisahkan kompleks makam yang satu dan lainnya. Keberadaan cungkup makam yang unik yang tersebar di Nusantara sering kali dikatakan sebagai bangunan bercirikan Hindu atau Budha, padahal agama apapun tidak memiliki kaitan dengan bentuk bangunan. Bangunan terkait dengan budaya dan lingkungan dimana masyarakat tersebut berada.

Terdapat beberapa tokoh penting yang dimakamkan di Sentono Boto Putih ini. Berikut 5 tokoh yang cukup terkenal dan banyak diziarahi diantaranya :

1. Pangeran Lanang Dangiran/Kiai Ageng Brondong, w 1638. Seorang ulama dan pemimpin dukuh Botoputih. Beliau keturunan Brawijaya dan leluhur dari trah Kanoman dan Kasepuhan Surabaya (dukuh = wilayah setingkat kecamatan).

2. Mas Adipati Panji Djoyodirono. Wafat 1758. Beliau adalah cucu dari Ki Ageng Brondong, atau Putera ke-13 dari 14 putera Kyai Tumenggung Onggodjoyo I. Semasa hidup beliau menjabat sebagai Bupati Kanoman di Wonokromo Surabaya, 1746-1758.                                              (Sumber : https://id.rodovid.org/wk/Orang:238670)

3. Raden Tumenggung Adipati Aryo Tjondronegoro II (Kanjeng Djimat Djokomono). Wafat sekitar akhir abad ke-17.

4. Al Habib Syekh bin Ahmad bin Abdullah Bafaqih, wafat pada tahun 1811. Beliau adalah seorang pejuang melawan pemerintah kolonial Belanda dan juga guru dan penasehat dari keturunan pangeran Lanang Dangeran.

5. Maulana Mohammad Syaifuddin. Beliau adalah Sultan Banten ke XVII / yang terakhir yang wafat pada tanggal 3 Rajab 1318 H/11 November 1899.

Ziarah ke Situs Makam Pangeran Lanang Dangeran di Pasarean Agung Sentono Boto Putih.

Pangeran Lanang Dangiran dikenal pula dengan sebutan Kiai Ageng Brondong dan Sunan Boto Putih.

Ketiga nama di atas bukan nama asli beliau. Pangeran Lanang Dangiran adalah seorang tokoh ulama yang mengajarkan nilai-nilai Islam dalam  berbagai aspek kehidupan sehari-hari. Pangeran Lanang Dangiran adalah 1 dari 5 bersaudara, putra dari Pangeran Kedawung atau Sunan Tawangalun. Dalam kisah babad, beliau disebut juga dengan penguasa atau Raja Blambangan. Pada usia 18 tahun pangeran Lanang Dangiran berguru kepada Kyai Kendhilwesi di Sedayu.

Hingga tulisan ini kami bagikan, kami baru menemukan sekilas biografi dan silsilah beliau berdasarkan silsilah keturunan beliau dan silsilah versi babad, namun sayangnya dari beberapa versi silsilah ini kami belum menemukan nama asli beliau. Silsilah keluarga dari keturunan beliau yang kami temukan pun kemungkinan bersumber dari versi babad, seperti silsilah keluarga yang banyak kami temukan di Indonesia. Salah satu ciri silsilah versi babad umumnya tidak menyertakan nama asli tokoh nasab. Nama yang digunakan umumnya julukan, gelar jabatan, tempat asal, tempat tokoh dimakamkan atau tempat wafatnya. contoh : Joko Tingkir, Jaka Sembung, Rakeyan Sancang, Pamanah Rasa dan sebagainya.

Berdasarkan beberapa silsilah yang kami temukan beliau adalah generasi ke-8 keturunan Brawijaya yang bernama asli wan Abu Abdullah, penguasa terakhir Champa dari tahun 1471-1478. Nama asli Brawijaya terakhir hingga leluhur beliau keatas kami dapat dari silsilah keluarga keturunan Raden Fatah (yang bernama asli Raden Hasan).

Berikut silsilah beliau :

1. Raden Sumana/Singhawardhana/Bhre Paguhan, nama asli beliau Abdullah Khan,  Kerajaan Paguhan meliputi wilayah sekitar Kabupaten Pasuruan dan Probolinggo, Jawa Timur. Raden Sumana berputra

2. Wikramawardhana/ Raden Gagak Ali, nama asli beliau Ahmad Syah Jalal, berputra

3. Kertawijaya/Brawijaya I (Bhre Tumapel III) W 1451, nama asli beliau Jamaluddin Husein al Akbar, dalam karya sastra dan pewayangan beliau dikenal juga sebagai Prabusiliwangi terakhir, wafat di tahun yg sama dengan Brawijaya I.

4. Raden Rajasawardhana Dyah Wijayakumara / Brawijaya II + Putri Indu Dewi Purnamawulan (Bhre Lasem sang Halemu) W 1382, nama asli beliau Ali Nurul Alam, dalam kisah babad atau pewayangan dikenal sebagai Patih Gajah Mada. Keterangan nama asli ini didapat dari keturunan beliau yang berada di Kesultanan Kelantan, pada masa lalu disebut juga Kesultanan Chermin (sekarang Kelantan).

5. Bhre Kertabhumi / Raden Alit /Brawijaya V/ Ongkowijoyo/ Arya Dillah / Arya Damar / Damar Wulan nama aslinya adalah wan Abu Abdullah W 1478 (penguasa Champa terakhir) berputra

6. Raden Sudjana / Lembu Niroto. Gelarnya Adipati Blambangan (saudara Raden Fatah/Raden Hasan) berputra

7.  Menak Simbar / Adipati Puger, berputra

8. Menak Sumende. Gelar : Adipati Blambangan, berputra

9. Menak Gadru. Gelar : Adipati Blambangan, berputra

10. Menak Werdati / Menak Lampor = eyang/kakek dari Raden Paku Sunan Giri pancer trah Dermoyudo. Gelar : Jumeneng Bupati Blambangan, berputra

11. Sunan Rebut Payung / Menak Beduyu. Gelarnya adalah Adipati Blambangan Timur, berputra

12. Pangeran Kedawung / Pangeran Tawangalun / Adipati Blambangan Timur, berputra

13. Pangeran Lanang Dangiran / Ki Ageng Brondong W 1638

14. Anggawangsa Adipati Jangrana (Jayeng Rono) Bupati Surabaya.

15. Sawung Galing, Joko Berek, Joko Tangkeban (Panembahan Panotogomo).

Nama asli Brawijaya terakhir kami dapat dari silsilah keluarga keturunan Raden Fatah (Raden Hasan).

Nama asli pada silsilah Brawijaya ke atas sengaja hurufnya kami tebalkan agar bisa membedakan nama asli tokoh pada silsilah keluarga dengan nama yang tercantum pada silsilah versi babad, yang umumnya tidak menyertakan nama asli beliau.
Catatan ini juga kami khususkan bagi keturunan keluarga pangeran Lanang Dangiran, yang kebetulan membaca tulisan kami.

Silsilah keluarga yang lengkap dengan nama asli tokoh leluhur di Indonesia sangat penting dalam penelitian sejarah. Namun sayangnya silsilah keluarga yang lengkap ini agak sulit ditemukan, diantara penyebabnya adalah faktor keamanan. Keturunan dari tokoh-tokoh terkenal umumnya anti kolonial dan selalu menjadi pemimpin perlawanan kepada pemerintah kolonial. Karena faktor inilah pada masa lalu, untuk melindungi keturunan tokoh-tokoh terkenal ini sengaja dirahasiakan nama aslinya. Tentunya hal tersebut saat ini sudah tidak berlaku lagi, fungsi nasab saat ini lebih sebagai ilmu bantu penelitian sejarah, namun sayangnya menyamarkan nama asli tokoh leluhur akhirnya menjadi tradisi yang bahkan dikalangan keturunannya sendiri pun banyak yang tidak mengetahui seperti sebagian besar keturunan Raden Fatah dan Pangeran Lanang Dangiran pada umumnya.

Selain alasan keamanan, salah satu tujuan penyamaran nama pada silsilah versi babad juga bertujuan untuk menghormati sang tokoh yang juga leluhur Nusantara karena kisah babad adalah sumber kisah pewayangan yang dikisahkan berulang ulang dari masa ke masa. 

Ditulis oleh Sofia Abdullah

Sumber dan referensi

1. https://id.rodovid.org/wk/Orang:238670 (silsilah keturunan pangeran Lanang Dangiran)

2. Silsilah keluarga keturunan Raden Fatah / Brawijaya V

3. Beragam silsilah versi babad dan silsilah versi keluarga sebagai bahan perbandingan.

Imam Ali bin Abi Thalib RA, Kian Santang & Rakeyan Sancang

Oleh SofiaAbdullah*

Bagi pemerhati sejarah Sunda dan tentunya masyarakat Sunda sendiri yang ingin mengetahui sejarah leluhur, pastinya sudah tidak asing lagi dengan ketiga nama tokoh penting ini. Tiga tokoh yang terkait erat dengan sejarah masuknya Islam ke wilayah jawa bagian barat.

Namun sayangnya sumber tertulis yang asli mengenai kisah masuk Islamnya Kian Santang ini bisa dikatakan hampir tidak ada, hingga terjadilah simpang siur informasi seperti yang terjadi saat ini.

Sejarah Kian Santang pada hakikatnya adalah kisah yang menggambarkan tentang kedatangan Islam di tanah Sunda. Kisah ini dapat kita dengar dan baca dari generasi ke generasi, baik melalui pantun ataupun kisah wayang.

Seperti umumnya kisah tutur lainnya, tentunya dalam perjalanan kisahnya dari waktu ke waktu telah mendapatkan penambahan dan pengurangan di beberapa bagian kisahnya.

Pada era kolonial kisah ini juga banyak disisipi pesanan dari pemerintah kolonial berupa kisah-kisah yang memberikan ‘citra’ buruk pada Islam, diantaranya melalui kisah Kian Santang memaksa ayahnya, sang Prabusilwangi untuk menganut ajaran Islam, hingga terjadi perkelahian dan pengejaran antara Kian Santang dan ayahnya yang diakhiri dengan ‘ngahiang-nya’ sang prabu, berubah wujud menjadi maung (harimau).

Darimanakah kisah-kisah tidak masuk akal ini bersumber? Terlihat jelas ada penambahan data berupa kisah-kisah ajaib dan sikap intoleran seorang muslim, yang bila membaca ini, pembaca pasti akan berasumsi pada ayahnya saja ia melakukan demikian, bagaimana dengan rakyat biasa? Dan sikap ini terjadi setelah Kian Santang masuk Islam. Tentunya hal ini sangat bertentangan dengan ajaran Islam itu sendiri.

Kembali lagi pada pertanyaan diatas darimanakah kisah-kisah ini bersumber?

Ternyata setelah dilakukan penelusuran, salah satu sumber utama kekacauan sejarah Islam di Indonesia adalah banyaknya sumber-sumber sejarah tertulis palsu atau salinan yang dibuat pada era kolonial, tepatnya setelah tahun 1860-an hingga 1900-an awal. Dari naskah-naskah aspal atau salinan inilah kemudian kita membaca dan mendengar banyak cerita-cerita aneh dan tidak masuk akal seputar sejarah masuknya Islam di Indonesia.

Mengenai sumber tertulis yang asli bukan salinan, kami yakin pasti ada, hanya saja sebagian besar sumber tertulis ini telah diambil oleh pihak kolonial dan kini tersimpan di univ. Leiden-Belanda. Untuk saat ini pembuktian pertemuan Imam Ali dan Kian Santang dapat dilakukan dengan beberapa metode penelusuran, diantaranya dengan menghubungkan petunjuk-petunjuk yang terkait dengan kisah ini melalui berbagai pendekatan ilmu sejarah dan ilmu bantu sejarah, seperti yang akan kami coba jelaskan secara ringkas pada tulisan ini.

Kekacauan data sejarah yang paling sering ditemukan adalah terjadinya tumpang tindih tahun kehidupan para tokoh, hingga tidak ada titik temu antara tokoh dalam naskah kuno dengan fakta sejarah yang diambil dari sumber lain, misalnya tokoh yang harusnya hidup pada tahun 630 M, seolah olah hidup pada tahun 1400-an, padahal faktanya Islam pada tahun 1400an telah tersebar di Indonesia dari sabang sampai merauke, yang pastinya sulit untuk dicerna dengan akal sehat bila Islam yang baru dikenal tahun 1400 pengaruh dan tradisinya sudah tersebar hampir keseluruh Nusantara.

Salah satu kisah yang mengalami perusakan dan pemalsuan sejarah ini adalah kisah pertemuan Kian Santang dan Imam Ali.

Berdasarkan data-data yang telah kami kumpulkan dan tidak mungkin kami masukkan kedalam tulisan ini, karena banyaknya data-data tersebut, diketahui bahwa Islam masuk ke Indonesia sejak masa Rasul saw masih hidup, baik melalui utusan beliau saw maupun penduduk dari seluruh dunia yang memang sengaja datang untuk mengenal nabi terakhir sekaligus mempelajari Islam.

Diantara mereka yang datang ke jazirah Arab 1441 tahun yang lalu adalah Kian Santang yang diperintahkan ayahandanya, Prabusiliwangi, untuk berguru ke tanah Arab pada seorang sakti bernama Ali.

Diantara pembaca mungkin ada yang bertanya, bagaimana hal tersebut bisa terjadi? Darimana Prabusiliwangi mengetahui keberadaan nabi Muhammad dan sayyidina Ali??

Ada beberapa faktor utama yang menyebabkan berita tentang Islam telah sampai ke nusantara pada saat Rasul saw masih hidup, yaitu : faktor agama dan perdagangan.

Kedua faktor petunjuk ini hilang dan rusak juga karena beberapa sebab,  hingga kisah penting ini terkesan mistis dan diragukan kebenarannya dalam ilmu sejarah yaitu faktor  bahasa dan faktor pemalsuan sumber sejarah.

Sekarang mari kita bahas 2 faktor penting sebagai petunjuk bahwa kisah pertemuan Imam Ali dan Kian Santang adalah fakta sejarah, dengan pembuktian-pembuktian berikut.

Faktor Agama

Penduduk Indonesia 1441 tahun yang lalu jumlahnya sangat sedikit bila dibandingkan luas kepulauan Nusantara. Hal ini bisa diketahui melalui sensus penduduk yang dilakukan pada awal abad ke-18, pulau Jawa dan Madura yang berpenduduk terpadat saja hanya berpenduduk 5 juta  orang..! Bisa di perkirakan jumlah penduduk di pulau Jawa 1000thn yang lalu, tentunya jauh lebih sedikit dibanding jumlah penduduk berdasarkan sensus tahun 1800an.

Semakin sedikit jumlah penduduk, otomatis semakin sedikit perbedaan keyakinan yang dianut. Adanya kesamaan keyakinan pada leluhur nusantara di masa lalu, bisa dilihat dari agama asli suku pedalaman dan agama Hindu Bali yang secara pemahaman dan ritual ibadah cenderung memiliki kesamaan antara satu dan lainnya, yaitu meyakini adanya Tuhan sebagai kekuatan tunggal yang maha segalanya yang tidak terlihat tapi ada.

Keyakinan akan Tuhan yang Maha Esa, kekuatan tunggal yang maha segalanya  ini adalah salah satu ciri bahwa mayoritas leluhur penduduk Indonesia adalah penganut agama tauhid, yang dalam ajaran Islam disebut dengan Millatu Ibrahim, atau dalam sebutan bahasa setempat disebut agama Dharma, Kapitayan, dan sabagainya yang meyakini adanya kekuatan tunggal yang maha segala atau Sang Hyang Widhi atau Dia yang Satu.  Adapun beragamnya ritual ibadah adalah karena pengaruh asimilasi budaya.

Berdasarkan sejarah Islam, Agama tauhid diajarkan oleh para nabi dan rasul yang diutus ke seluruh penjuru dunia. Setiap nabi dan rasul yang berjumlah 124 ribu ini diutus untuk memberikan penjelasan kepada manusia berupa ajaran-ajaran kebaikan, ritual ibadah, tata cara bermasyarakat, dan sebagainya. Ajaran-ajaran ini kemudian dituliskan dalam kitab-kitab. Karena ajarannya tertulis dalam kitab inilah maka penganut agama tauhid disebut juga dengan Ahlul kitab atau pemilik kitab.

Ahlul Kitab adalah para pemeluk agama yang memiliki kitab bukan hanya agama Yahudi dan Kristen tapi juga termasuk Majusi, Hindu, Budha serta agama-agama lain yang tersebar di seluruh dunia, selama mereka masih mengakui adanya kekuatan Tunggal yang Maha segalanya.

Dalam Al Qur’an golongan Ahlul kitab disebutkan dalam beberapa ayat. Dalam sejarah nabi saw, dikisahkan tentang nubuat (ramalan) kedatangan Nabi terakhir yang diketahui oleh pemeluk ahlul kitab jauh sebelum kelahiran nabi Muhammad saw. peristiwa ini diketahui karena setiap kelahiran nabi disebutkan pada kitab-kitab mereka, termasuk kelahiran nabi Muhammad SAW. Dalam ajaran Islam disebutkan pada awalnya agama di dunia ini hanya satu, kemudian terjadi perbedaan pendapat diantara umat manusia, hingga lahirlah berbagai macam agama dan aliran dalam agama (1). Ahlul kitab dan menyembah kepada Tuhan yang satu adalah ciri agama tauhid adapun beragamnya cara beribadah adalah hasil perbedaan pendapat tersebut yang harus dihormati dan di hargai, seperti yang dicontohkan  oleh nabi Muhammad saw.

Setelah masa kenabian Muhammad saw, ahlul kitab terbagi 2 golongan, mereka yang meyakini nabi Muhammad adalah nabi terakhir yang tertulis dalam kitab-kitab mereka kemudian menjadi muslim, dan yang tidak meyakini tetap pada agamanya.

Sebagai bagian dari ajaran agama tauhid, sebagian penduduk Nusantara saat itu telah mengetahui kedatangan nabi terakhir berikut ciri-cirinya melalui kitab-kitab mereka yang ditulis dengan bahasa daerah mereka masing-masing, seperti yang disebutkan dalam Al Qur’an surat Ibrahim (14):4 Allah SWT berfirman, bahwa Allah SWT mengutus nabi dan rasul dengan bahasa kaumnya, agar dia dapat memberi penjelasan kepada mereka.(2)

Kisah tentang nubuat (ramalan) kedatangan nabi Muhammad tergambar jelas pada kisah pertemuan nabi saw ketika masih belia dengan Biarawan Bahira yang mengetahui detail ciri-ciri kenabian pada Muhammad kecil yang kelak akan menjadi rasul terakhir. Beberapa kisah sahabat nabi yang umum diketahui juga berkisah tentang beberapa tokoh sahabat yang awalnya beragama tauhid  mencari sang nabi yang cirinya tersebut dalam kitab-kitab mereka.

Para sahabat yang sengaja datang dari negeri yang jauh ke jazirah Arab untuk mencari sosok sang nabi diantaranya sahabat Bilal ra yang beragama tauhid dari Afrika, namun diperjalanan beliau dirampok dan dijual sebagai budak. Kisah Abu Dzar dari bani Ghiffar yang datang ke Mekkah untuk memastikan kedatangan nabi yang baru, demikian pula hal-nya dengan Salman al Farisi yang mengetahui detail kenabian Muhammad saw melalui kitab Injil, atau kisah penduduk Madinah, yang telah mengetahui Nabi Muhammad saw jauh sebelum nabi hijrah dan masih banyak lagi berita tentang kelahiran nabi Muhammad saw yang telah mereka ketahui dari kitab-kitab mereka, hanya saja diantara mereka ada yang menerima ada yang tidak.

Dari penggalan kisah nabi Muhammad saw diatas, pertemuan Kean Santang dan Imam Ali as atau Sayyidina Ali RA menjadi tidak aneh lagi. Sebagai seorang penganut tauhid, baik Kean Santang ataupun ayahnya sang Prabusiliwangi tentunya akan merasa terpanggil untuk melihat sang Nabi terakhir, Muhammad saw, yang namanya telah mereka ketahui dalam kitabnya, hingga kemudian memerintahkan putranya berguru langsung pada beliau saw.

Faktor perdagangan


Route perdagangan kuno dari negara Arab hingga ke China. Route ini digunakan sejak 200 SM hingga 1450an M. Dapat dilihat pada peta diatas, untuk mencapai Cina harus melewati pulau Sumatera terlebih dahulu. Route ini tetap di gunakan para utusan Rasul saw untuk melakukan syi’ar Islam hingga ke negeri-negeri yang jauh. Route ini pula yang digunakan dalam perjalanan hijrah kaum muslim bani Alawiyyin (keturunan nabi saw), kaum Syi’ah Ahlulbait dan dari keturunan para pengikutnya yang terjadi secara bergelombang.

Hubungan perdagangan yang terjadi antara penduduk Nusantara dan Jazirah Arab telah terjalin jauh sebelum kelahiran Rasul saw. penelitian tentang keterlibatan Nusantara dalam jalur perdagangan Internasional pada masa lalu cukup banyak, diantaranya adalah pendapat T.W Arnold dalam bukunya The Preaching of Islam yang menyatakan hubungan perdagangan antara Nusantara dengan Arab telah terjadi sejak abad ke- 2 SM. Sementara dalam buku Masuknya Islam ke Timur Jauh disebutkan tidak semua suku Arab yang melakukan hubungan dagang dengan Nusantara tapi hanya suku Quraisy dan leluhur Quraisy yaitu Kan’an serta beberapa suku tertentu dari Yaman yang melakukan hubungan dagang dengan para pelaut Nusantara. Seperti diketahui suku Quraisy adalah suku leluhur Rasulullah saw dan rasul saw sendiri pun di kenal sebagai pedagang ulung.  

Dari hubungan perdagangan dan agama ini, semakin wajarlah bila kedua tokoh ini memang pernah bertemu, hanya saja kisahnya mungkin tidak semistis dan segaib seperti yang kebanyakan kita ketahui di berbagai blog internet.

Imam Ali as adalah guru bagi Kian Santang, bukan hanya bertemu Imam Ali dan berguru pada beliau, dalam salah satu sumber yang kami dapatkan, Kean Santang juga belajar dan bertemu langsung dengan Rasul saw, setelah sebelumnya bertemu atau berpapasan dengan Imam Ali as. Peristiwa ini terjadi di Mekkah  sekitar tahun 630 M, setelah penaklukkan Mekkah oleh kaum muslim. (3)

Rasul saw kemudian memerintahkan Kean Santang untuk belajar Islam dengan Sayyidina Ali RA, hal ini pun bukan sesuatu yang aneh karena bisa di baca dalam kisah-kisah sejarah Rasul saw, Rasul saw biasa memerintahkan para sahabat pilihan untuk mengajarkan Islam bagi mereka yang baru mengenal Islam.

Rakeyan Sancang atau Kean Santang?

Dua nama ini muncul setelah ditemukannya data dari seorang ulama Mesir bahwa salah seorang sahabat Imam Ali adalah pangeran dari Timur Jauh (Nusantara). Data ini diambil dari manuskrip kuno yang tersimpan di univ. al azhar Mesir yang diantaranya mengisahkan tentang sahabat Imam Ali, seorang pangeran yang berasal dari Timur Jauh, yang ikut perang Shiffin dan beberapa peperangan lain bersama Imam Ali.

Setelah di teliti oleh Ir H. Dudung Faithurohman, satu-satunya kisah pertemuan pangeran dari Timur jauh dengan Imam Ali adalah kisah Kean Santang yang terjadi di jawa, dan setelah diteliti kembali pangeran jawa yang hidupnya satu masa dengan Imam Ali dan menjadi sahabat Imam Ali, serta ikut dalam perang Shiffin tidak lain adalah Rakeyan Sancang. (4) 

Kesimpulan ini tentunya banyak menimbulkan opini dari berbagai kalangan pemerhati sejarah, karena jelas terjadi perbedaan tokoh utama, kisah yang beredar di masyarakat Sunda selama berabad-abad adalah ‘Kean Santang’ sementara tokoh yang bertemu dengan Imam Ali as, yaitu ‘Rakeyan Sancang’ pangeran jawa yang masa hidupnya satu masa dengan Imam Ali, lalu mana yang benar? Rakeyan Sancang atau Kean Santang?

Berikut adalah beberapa pembuktian yang kami dapatkan dari hasil penelitian kami tentang sejarah Islam di Sunda berdasarkan naskah-naskah kuno, situs purbakala, Mitos, legenda, kisah turun temurun, naskah silsilah, kajian ilmu Anthropologi, Filologi dan arkeologi yang kami dapatkan.

Pembuktian pertama tentu saja melalui penelusuran sumber, baik lisan, tulisan atau mengunjungi situs yang terkait dengan tokoh Kean Santang dan Prabusiliwangi.

Terdapat beberapa sumber tertulis berupa naskah kuno yang menjadi rujukan data tahun, dua diantaranya didapat dari naskah Wangsakerta dan naskah Carita Purwaka Caruban Nagari yang mengatakan bahwa Kean Santang adalah putra Prabusiliwangi yang hidup sekitar tahun 1400-1500-an Masehi, sementara fakta sejarah membuktikan pada kita Imam Ali hidup pada tahun 600M-663M, yang artinya jarak waktu antara Imam Ali dengan Kean Santang sekitar 900tahun! Dan tentunya mustahil secara ilmu sejarah kedua tokoh ini dapat bertemu.

Namun lain hal-nya dengan Rakeyan Sancang yang masa hidupnya kurang lebih satu masa dengan Imam Ali, hingga di tarik kesimpulan yang bertemu dengan Imam Ali adalah Rakeyan Sancang dan beliau adalah tokoh yang berbeda dengan Kean Santang. Kesimpulan ini diambil hanya berdasarkan perkiraan tahun yang tertera pada naskah Carita Purwaka Caruban Nagari.

Benarkah demikian? Benarkah Rakeyan Sancang dan Kean Santang adalah 2 tokoh yang berbeda?

Bila benar demikian artinya kita telah membuang seluruh sumber lisan, tradisi dan budaya, situs pemakaman kuno yang tersebar merata di seluruh Indonesia, sejarah dan silsilah para tokoh muslim yang telah menjadi pemimpin di Jawa Barat sejak tahun 800-an Masehi. Tentu saja hal tersebut mustahil dilakukan dalam penelitian sejarah yang benar. (tentang pemakaman muslim kuno lebih lengkapnya bisa dibaca tulisan kami tentang Cangkuang, Situs Hindu atau Islam? https://sofiaabdullah.wordpress.com/2020/02/12/cangkuang-situs-pemakaman-muslim-kuno-yang-terlupakan-1/)

Setelah kami pelajari dari penelitian Prof. Boechari (alm) seorang filolog yang cukup terkenal mengatakan bahwa kedua naskah diatas adalah 2 diantara ratusan naskah salinan yang dibuat atas perintah kolonial, jadi sangat memungkinkan pada kedua naskah ini terjadi penambahan dan pengurangan data sesuai pesanan pemerintah kolonial pada masa itu, masih menurut Prof. Boechari (alm), untuk mengetahui keotentikan isi ke-2 naskah tersebut harus melakukan seleksi dan perbandingan dengan data sejarah yang lain. (5)

Dari penelusuran inilah kami juga menemukan fakta sejarah penting mengenai tokoh Prabusiliwangi. Berdasarkan peninggalan bangunan,  silsilah dan kisah-kisah pada naskah kuno seperti Babad, Cariosan dan sebagainya, diketahui bahwa Prabusiliwangi pun sebenarnya hanya gelar yang digunakan untuk menyebut para penguasa yang adil di Nusantara dari masa ke masa, dari mulai zaman nabi Nuh as hingga Prabusiliwangi terakhir sebelum era kolonial yang mencapai puncak kejayaan pada tahun 1482-1521, dan inilah prabusiliwangi yang umumnya diketahui masyarakat saat ini.

Gelar prabusiliwangi yang lain yang umum diketahui dikalangan sejarawan atau pemerhati sejarah adalah Sang Sribaduga, Ratu Haji Di Pakuan Pajajaran, Dari gelar Haji dapat dipastikan bahwa Prabusiliwangi adalah seorang muslim atau penganut agama millatu Ibrahim yang juga melaksanakan haji di Mekkah jauh sebelum kelahiran agama Islam di Arab. Gelar ini tercantum dalam prasasti Batu Tulis di Bogor (6).


Wangna pun ini sakakala, prebu ratu purane pun,
diwastu diya wingaran prebu guru dewataprana
di wastu diya wingaran sri baduga maharaja ratu haji di pakwan pajajaran seri sang ratu dewata
pun ya nu nyusuk na pakwan
diva anak rahyang dewa niskala sa(ng) sida mokta dimguna tiga i(n) cu rahyang niskala-niskala wastu ka(n) cana sa(ng) sida mokta ka nusalarang
ya siya ni nyiyan sakakala gugunungan ngabalay nyiyan samida, nyiyan sa(ng)h yang talaga rena mahawijaya, ya siya, o o i saka, panca pandawa e(m) ban bumi
Terjemahan bebasnya kira-kira sebagai berikut.
Semoga selamat, ini tanda peringatan Prabu Ratu almarhum
Dinobatkan dia dengan nama Prabu Guru Dewataprana,
dinobatkan (lagi) dia dengan nama Sri Baduga Maharaja Ratu Aji di Pakuan Pajajaran Sri Sang Ratu Dewata.
Dialah yang membuat parit (pertahanan) pakuan.
Dia putera Rahiyang Dewa Niskala yang dipusarakan di Gunatiga, cucu Rahiyang Niskala Wastu Kancana yang dipusarakan ke Nusa Larang.
Dialah yang membuat tanda peringatan berupa gunung-gunungan, membuat undakan untuk hutan Samida, membuat Sahiyang Telaga Rena Mahawijaya (dibuat) dalam (tahun) saka “Panca Pandawa Mengemban Bumi”

Mengenai prabusiliwangi, lebih lengkapnya InsyaAllah akan kami bahas dalam tulisan yang lain.

Rakeyan dari Sancang

Pembuktian kedua bisa dilihat melalui nama. Kian Santang adalah sebutan bukan nama. Kata Kian atau Kean awalnya berasal dari kata ‘Rakryan’ yang diambil dari bahasa sanskrta yang artinya pangeran atau pemimpin. Seiring dengan perubahan zaman, perpindahan kisah dari generasi ke generasi kata Rakryan menjadi kata Rakeyan, dari rakeyan menjadi Keyan, Kean dan Kian.

Dalam ilmu filologi perubahan kata adalah hal yang umum terjadi, kasus kata Rakryan sama seperti yang terjadi pada kata ‘raden’ yang berasal dari kata ‘Rahadyan’ yang berarti pemimpin (agama atau wilayah). Setelah kedatangan kaum muslim yang hijrah dari Arab dan persia sekitar tahun 600-800an Masehi, masuklah unsur arab kedalam kata Rahadyan menjadi Ra’Dien yang artinya kurang lebih sama, pemimpin agama, kata Ra’din kemudian berubah menjadi Raden. (7) Dari perjalanan kata Rakeyan menjadi Kian dan rahadyan menjadi Raden saja membutuhkan waktu ratusan tahun.

Hal yang sama pun terjadi dengan kata ‘Sancang’ seiring dengan perubahan dialek dan pengaruh yang lain dalam kisah turun temurun menjadi kata ‘Santang’. Sancang adalah nama kota kuno di Jawa Barat, yang lokasi-nya saat ini masih dapat kita kunjungi di hutan Sancang, Garut Selatan.

Gambar diatas adalah peta kecamatan di Garut. Makam berada di kecamatan Cisompet (no.40)

Jadi berdasarkan temuan diatas, kami menyimpulkan bahwa Keyan Santang/ Kian Santang dan Rakeyan Sancang adalah tokoh yang sama, yang dikisahkan dari generasi ke generasi selama ratusan tahun hingga mengalami perubahan bunyi dan makna, yaitu yang pada awalnya hanya gelar menjadi nama.

Rakeyan Sancang sendiri bila dilihat dari arti bahasa, artinya pangeran yang berasal dari Sancang, menegaskan jabatan dan asal kota atau tempat dimakamkannya sang pangeran.

Seperti yang telah kami sebutkan sebelumnya, Sancang adalah kota kuno yang sekarang lokasinya berada di Garut Selatan dan terkenal dengan hutan/leuweung ‘Sancang-nya’. Kami mengetahui bahwa hutan Sancang adalah lokasi bekas pemukiman kuno, diantaranya ditandai dengan adanya kompleks pemakaman di dalam hutan Sancang.

Lokasi makam berada di puncak bukit. Pemandangan leuweung Sancang dari situs makam.
Makam Prabu Rakeyan Sancang. Berlokasi di situs Gunung Nagara, Sancang Garut. Gambar sekitar lokasi makam.
Lokasi makam berada di Padepokan Gunung Nagara.

Kisah Rakeyan Sancang dan pertemuannya dengan Imam Ali ra  dikisahkan secara turun temurun, dari generasi ke generasi, baik dalam bentuk pantun maupun wayang, dan seperti umumnya tradisi lisan pasti mengalami penambahan, pengurangan isi kisah dan perubahan nama tokoh yang disesuaikan dengan dialek sang penutur.

Sumber tertulis yang ada sekarang umumnya adalah salinan yg dibuat pada era kolonial atau berdasarkan kisah turun temurun yang kemudian ditulis dalam bentuk pantun atau prosa. (tentang pemalsuan sumber sejarah tertulis untuk lebih lengkapnya bisa dibaca tulisan kami yang berjudul ‘nasib Sumber Sejarah Tertulis di Indonesia; https://sofiaabdullah.wordpress.com/category/sejarah/sumber-sejarah/)

Salah satu sumber tertulis yang kami dapatkan dari salah satu padepokan di Banten, mengenai kisah Kian Santang, yang lebih bisa diterima dalam ilmu sejarah mengatakan bahwa pertemuan antara Kian Santang dengan Imam Ali terjadi di Mekkah setelah peristiwa fathu Makkah/ penaklukkan Makkah (629 M) pertemuan ini memang di sengaja karena perintah dari sang ayah, Prabusiliwangi, agar putranya mencari guru yang ilmunya mumpuni.

Singkat kisah setelah mempelajari Islam langsung dari Rasul saw dan Imam Ali as, Kian Santang diperintahkan Rasul saw untuk mengabarkan ttg Islam atau syi’ar di tanah Jawa (Sunda).

Kisah prabusiliwangi yang berperang melawan anaknya sendiri, atau Prabusiliwangi yang berubah atau ‘ngahiang’ menjadi maung setelah kalah berperang dengan putranya sebenarnya tidak pernah ada, kisah-kisah tersebut hanyalah penambahan-penambahan yang dipaksakan dengan tujuan merusak data sejarah hingga tidak layak lagi di jadikan sumber, karena berdasarkan sumber dari Banten tadi Prabusiliwangi-lah justru yang memerintahkan putranya untuk berguru ke Imam Ali di Mekkah.

Peperangan antara ayah dan anak, ketika sang anak memilih Islam adalah kisah rekayasa buatan era kolonial untuk memperburuk citra Islam, kisah seperti ini terdapat hampir di setiap naskah kuno di Indonesia, karena memang mayoritas naskah-naskah ini buatan era kolonial, baik yang berbentuk buku atau lontar.

Kisah orang tua melawan anaknya setelah sang anak memeluk Islam yang terkenal selain Kian Santang dan Prabusiliwangi antara lain Raden Fatah berperang melawan ayahnya, raja Majapahit, Brawijaya V. Kisah Raden Fatah dan Brawijaya V dari Majapahit memiliki alur cerita yang hampir mirip dengan kisah Kian Santang dan Prabusiliwangi, dan beberapa kisah serupa yang kami temukan pada naskah-naskah kuno salinan dari Sumatera dan Kalimantan.

Dari sini dapat ditarik benang merah bahwa kisah-kisah yang hampir mirip ini pada dasarnya adalah kisah leluhur yang sama hanya saja dikisahkan pada lokasi yang berbeda dengan bahasa dan dialek yang berbeda, seperti yang di katakan pangeran Wangsakerta dalam naskah Wangsakertanya : “Kawalya ta wwang Sunda lawan ika wwang Carbon mwang sakweh ira wwang Jawa Kulwan anyebuta Prabhu Siliwangi raja Pajajaran. Dadyeka dudu ngaran swaraga nira”. (Hanya orang Sunda dan orang Cirebon serta semua orang Jawa Barat yang menyebut Prabu Siliwangi raja Pajajaran. Jadi nama itu bukan nama pribadinya)

Malik al Hind & Rakeyan Sancang

pembuktian ketiga dari sejarah Islam. Berdasarkan hadits yang cukup terkenal dikisahkan tentang kedatangan seorang tokoh dari Hindia, tidak disebutkan nama tapi hanya gelarnya saja, Malik al Hind, yang artinya ‘penguasa dari Hindia’. Hindia adalah sebutan bagi kepulauan Nusantara sebelum dan sesudah era kolonial. Sebutan bagi anak benua India ratusan tahun lalu adalah Bharat, dan nama Bharat ini masih di gunakan hingga saat ini sebagai nama resmi India. Setelah masuk Islam Rasul saw mengganti nama Malik al Hind menjadi Abdullah as Samudri. (8)

Keberadaan sejarah Malik al Hind dalam sejarah Islam, menandakan adanya hubungan bilateral antara Rasul saw sebagai pemimpin kaum muslim dengan para pemimpin dari Nusantara (Hindia). Nama Abdullah, gelar as Samudri yang artinya dari Samudera, sebutan untuk kepulauan Nusantara dalam logat Arab, jelas menandakan adanya kesamaan dengan tokoh Kian Santang pada sejarah lokal yang setelah masuk Islam namanya menjadi Abdullah Iman.

Kisah yang kurang lebih sama dengan Kian Santang dalam tradisi lisan masyarakat Ciamis dikenal dengan nama Sanghyang Borosngora yang setelah masuk Islam berganti nama menjadi Abdul Iman. Tokoh ini dan putranya yang benama mbah Panjalu dimakamkan di Nusa Gede, situ Lengkong Panjalu, Ciamis.

Makam mbah Panjalu pitra dari Sang Hyang Borosngora, Lokasi pemakaman di pulau Nusagede di tengah Situ (danau) Lengkong. Sumber gbr : https://www.cicuit.my.id/2017/01/wisata-ziarah-ke-situ-lengkong-di.html?m=1

Adanya usaha pemalsuan sejarah Islam melalui sistem penyalinan dari naskah-naskah aslinya juga tidak bisa dianggap remeh, karena pemalsuan naskah = pemalsuan sejarah, masih menurut Boechari penyalinan ini tidak terbatas hanya pada naskah, namun juga terdapat pada prasasti dan bangunan atau situs-situs kuno.

Kisah-kisah yang tertulis untuk memperburuk citra Islam ini, jumlahnya sangat banyak dalam naskah-naskah salinan yang tersebar di Indonesia. Namun demikian walaupun naskah-naskah ini bukan naskah asli, bukan berarti naskah-naskah ini 100% palsu. Dari hasil penelusuran kami, masih banyak data-data yang asli yang terkandung dalam naskah, bahkan ada yang murni salinan dengan hanya sedikit penambahan dan pengurangan yang tidak menghilangkan makna aslinya. Beragamnya jenis naskah salinan inilah yang menuntut para pemerhati sejarah untuk berhati-hati dan selalu lakukan croschek info dengan sumber sejarah yang lain yang dapat dirujuk kebenarannya.

Mudah-mudahan sepotong kisah penelitian sejarah Islam yang sedang kami tekuni ini dapat bermanfaat dan memberikan sedikit kejelasan tentang sejarah Islam di tanah Sunda.

*catatan penulis

Tulisan ini adalah versi terbaru dari tulisan kami sebelumnya dengan judul yang sama. Tulisan kami sebelumnya  ditulis oleh penulis (SofiaAbdullah) tahun 2010 dan di bagikan di sosial media tahun 2016. Tulisan ini kami revisi dengan tambahan keterangan, sebagian buku-buku referensi dan adanya temuan-temuan terbaru kami yang belum masuk dalam tulisan sebelumnya. Temuan kami terbaru (2016-2020) diantaranya hadits nabi tentang malik al Hind dan beberapa hadits tentang Hindia, penafsiran Saka yang menurut penelusuran kami jauh lebih tua dari konversi Saka yang ada saat ini dan temuan rute perdagangan jalur laut yang melalui Nusantara.

Bagi para pembaca yang pernah membaca tulisan edisi sebelumnya, mohon di informasikan untuk diganti dengan tulisan terbaru kami ini, terimakasih.

Catatan kaki dan Buku-Buku Referensi

(1) Q.s Al Baqarah : 213

(2) Firman Allah SWT dalam al Qur’an QS. Ibrahim 14: Ayat 4:

وَمَاۤ اَرْسَلْنَا مِنْ رَّسُوْلٍ اِلَّا بِلِسَا نِ قَوْمِهٖ لِيُبَيِّنَ لَهُمْ ۗ فَيُضِلُّ اللّٰهُ مَنْ يَّشَآءُ وَيَهْدِيْ مَنْ يَّشَآءُ ۗ وَهُوَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ
“Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun, melainkan dengan bahasa kaumnya, agar dia dapat memberi penjelasan kepada mereka. Maka Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki, dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. Dia Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana.”

(3) Suhartawijaya, Ma’mur H.A.H, Kisah Prabu Kian Santang, Jakarta 1401 H (1980 M)

(4) menurut IR Haji Dudung Faiturahman, Rakeyan Sancang adalah putra dari  raja Kertawarman, penguasa Tarumanegara VIII dari tahun 561-628 M. tapi berdasarkan penelusuran penulis, Rakeyan Sancang adalah gelar pemimpin atau putra penguasa daerah Sancang. Adapun siapa nama tokoh dibalik gelar Rakeyan Sancang ini ada beberapa kemungkinan yang masih dalam penelusuran kami lebih lanjut. Dari hasil temuan kami ada perbedaan dalam penafsiran tahun saka, itu sebabnya kami belum mendapatkan nama penguasa adil (prabusiliwangi) dan nama asli Rakeyan Sancang sebelum masuk Islam yang dikenal penduduk setempat yang hidup pada masa Rasulullah saw.

(5) Kumpulan Tulisan Boechari, Melacak Sejarah Kuno Indonesia lewat Prasasti, penrbit KPG, Jakarta 2012

(6) Berdasarkan teori era kolonial, dan menurut pendapat beberapa sejarawan, gelar Haji yang banyak tercantum setelah gelar jabatan (Ratu, Adipati dsb) seperti dalam gelar Prabusiliwangi; ratu haji di pakwan pajajaran diartikan sebagai gelar raja/kaum bangsawan yang bermakna sama dengan Aji. Tapi Dalam kamus Jawa Kuno Zoetmoulder 2 kata ini adalah 2 kata dengan arti yang berbeda. Haji dalam kamus jawa kuno berarti raja, keluarga raja, pangeran, Seri Baginda, Yang Mulia. Contoh penggunaan kata haji dalam naskah kuno: Ad 8, 17; Udy&RY 12,23; AW&TK 98. Passim : Stri haji, bini haji, kadaņ haji, bapa haji, ibu haji, bhrtya haji, kuti haji, pakis haji, tapa haji, bwat haji. Cara penggunaanya khusus; tidak pernah di dahului ņ, sang, sri dsb (Zoetmulder, 327)
Sementara kata ‘aji’ artinya kitab suci, teks suci, teks yang berwenang,mis. Peraturan2 utk brahman, instruksi ttg administrasi, politik, ptaktek kekuasaan,dll; formula dengan kekuatan  magis atau sangat suci (Zoetmulder, hal. 17). Aji memiliki arti yang sama dengan haji hanya dalam kidung bukan dalam kakawin, karena dalam kidung diperbolehkan adanya pemotongan huruf. Dari hasil pengamatan kami kata haji lebih sesuai untuk kata ‘haji’ yang artinya gelar bagi mereka yang telah melakukan ibadah haji di Mekkah. Ibadah haji adalah salah satu ritual agama Tauhid uang telah ada sejak masa nabi Ibrahjm as. Pembahasan gelar haji akan kami bahas dalam tulisan kami berikutnya yang khusus membahas gelar haji ini, InsyaAllah.

(7) Rakeyan berasal dari kata Rakryan. Kata ini digunakan untuk menunjukkan pangkat atau kt benda kategorik (apatih,tumenggung, dll); dipakai dalam sapaan sopan atau kpd orang yang lebih muda, kakak pd adik, suami pada isteri. (Zoetmulder,hal. 911) Kata raden berasal dari kata ra+hadyan, radyan, rahaden, raden artinya orang yang berstatus tinggi, raja/tuan, orang berpangkat atau tinggi martabatnya, cth : raden mantri, raden Wijaya, raden Galuh, raden Arya (Zoetmulder, hal. 327)

(8) Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Hakim dalam kitabnya al-Mustadrak (kitab al-‘At’imah Vol. 4, halaman 150), dari sahabat Sa’id al-Khudri r.a, disebutkan bahwa ada seorang raja dari negeri India (al-hind) yang datang membawa hadiah kepada Rasulullah Saw berupa tembikar yang berisi jahe. Hadits tersebut secara lengkap berbunyi sebagai berikut:

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: «أَهْدَى مَلِكُ الْهِنْدِ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَرَّةً فِيهَا زَنْجَبِيلٌ فَأَطْعَمَ أَصْحَابَهُ قِطْعَةً قِطْعَةً وَأَطْعَمَنِي مِنْهَا قِطْعَةً

Artinya: “Dari Abu Sa’id Al-Khudri ra. berkata: ada seorang raja dari Hindia memberikan hadiah kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam sebuah tembikar yang berisi jahe. Lalu Nabi shallallahu alaihi wa sallam memberi makan kepada sahabat–sahabatnya dari jahe tersebut sepotong demi sepotong, dan Nabi shallallahu alaihi wa sallam pun memberikan saya sepotong jahe dari dalam tembikar itu” (HR. Hakim, hadits nomor. 7190)

Buku-Buku Referensi

  1. Al Husaini al hamid H. M. H, Riwayat Kehidupan Nabi Besar Muhammad saw, Cet. XI 2006, Pustaka Hidayah.
  2. Subhani, Ja’far, Sejarah Nabi Muhammad SAW = Ar Risalah/Ja’far Subhani; penerjemah, Muhammad Hasyim&Meth Kieraha; penyunting, Tim Lentera, cet. 8, Jakarta; Lentera 2009
  3. Al Hadad. Bin Thahir. Al Habib Alwi, Sejarah Masuknya Islam Di Timur Jauh, Cet.I, 2001, Lentera Baristama.
  4. Sunyoto. Agus, Atlas Wali Songo, Cet.1, 2012, Pustaka Iman.
  5. C.I.E.MA.Arnold.TW, Preaching Of Islam : A History Of The Progation Of The Muslim Faith, 1913.
  6. Aceh. Aboebakar.H.Dr.Prof, Sekitar Masuknya Islam Ke Indonesia, Cet.4,1985, Ramdhani.
  7. Al Jibouri. Yasin. T,Konsep Tuhan Menurut Islam, Cet. 1, 1997, Ansariyan Publication Qum Iran
  8. Tjandrasasmita,Uka, Arkeologi Islam Nusantara, penerbit KPG, Jakarta 2009
  9. Ekadjati. Edi. S, Pustaja Rajya-rajya i Bhumi Nusantara Bagian Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Sunda (Sundanalogi). Direktorat Jendral Kebudayaan Depatemen Pendidikan dan Kebudayaan, Bandung, 1987 (Naskah Wangsakerta)
  10. Ekadjati. Edi. S, Polemik Naskah Pangeran Wangsakerta, PT Dunia Pustaka Jaya, Cet. 1, 2005.
  11. Boechari, Melacak Sejarah Kuno Indonesia Lewat Prasasti, Cet.1,2012, Kepustakaan Popular Gramedia.
  12. Atja, Carita Purwaka Caruban Nagari Karya Sastra Sebagai Sumber Pengetahuan Sejarah, Cet 2, Proyek Pengembangan Permuseuman Jawa Barat.
  13. Raffles. Thomas. Stamford, The History Of Java, Cet. 3, Yogyakarta, Narasi,2014
  14. Suhartawijaya, Ma’mur H.A.H, Kisah Prabu Kian Santang, Jakarta 1401 H (1980 M)
  15. Zoetmulder, P.J, S.O Robson, Kamus Jawa Kuna-Indonesia; penerj.Darusuprapta, Sumarti Suprayitna-Jakarta; Gramedia Pustaka Utama, 1995.
  16. Al Kharbuthli Ali Husni Prof Dr, Sejarah Kabah, cet. 3, 2013, Khazanah Pustaka Islam.
  17. Dan berbagai sumber lain baik berupa buku atau situs online terkait, yang jumlahnya terlalu banyak bila kami sebutkan semua di artikel ini.

Kisah Fatimah bt Maimun, Leluhur Walisongo

Fatimah binti Maimun, Wafat di Leran, Gresik tahun 475 H (1082 M)

Makam Siti Fatimah binti Maimun

Pada tahun 1911 seorang sejarawan Belanda bernama J. P Moquette menemukan cungkup (rumah) makam berisi 5 makam wanita yang memiliki kedudukan tinggi. Kedudukan tinggi 5 makam wanita ini dapat dilihat dari bentuk makamnya yang lebih indah dari makam di sekitarnya dan banyak yang menziarahi.

Para wanita ini adalah putri dari sultan yang berkuasa saat itu, kedudukan paling tinggi diantara 5 putri ini adalah makam Fatimah bt Maimun, seorang putri sultan Kedah yang menikah dengan sayyid Hasan, seorang pemimpin di wilayah Gresik.

Namun dengan alasan penelitian sejarah, nisan Fatimah bt Maimun di lepas dari makamnya, dan tergeletak di depan pintu cungkup makam. Nisan ini kini tersimpan di museum Trowulan. Keberadaan makam Fatimah bt Maimun diketahui dari penjaga makam setempat yang telah menjaga makam ini turun temurun, sejak ratusan tahun lalu.

Melepaskan penanda makam atau nisan dan tulisan pada cungkup makam-makam kuno di Indonesia, erat kaitannya dengan usaha pemerintah kolonial untuk menghilangkan Jejak Islam di Nusantara.

Namun cara apapun yang digunakan pemerintah kolonial untuk menutupi Jejak Islam di Nusantara, tradisi Islam yang telah mengakar kuat dan telah menjadi budaya dan tradisi kaum Muslim di Indonesia adalah petunjuk kuat bahwa Islam telah berada di negeri ini sejak awal diutusnya Rasul saw. Tradisi Islam yang mengakar kuat bagi penduduk Nusantara diantaranya adalah tradisi ziarah dan membangun makam yang terkait dengan tradisi ziarah.

Tradisi ziarah dan membangun makam yang sudah mendarah daging bagi masyarakat Indonesia ini karena tradisi ini sudah ada sejak masa sebelum Islam. Demikian pula dengan para penjaga makam yang telah turun temurun bertugas sebagai penjaga makam, memiliki sumbangsih yang besar dalam menjaga keberadaan makam, yang menyebabkan hingga sampai saat ini, makam Fatimah bt Maimun masih dikenal dan banyak yang menziarahi.

prasasti siti fatimah binti maimun

Prasasti Batu Nisan Leran terdiri dari tujuh baris, yang terjemahannya:

  1. Dengan Nama Allah (Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang). Semua yang ada
  2. di bumi adalah fana. Dan yang kekal hanya Dzat Tuhanmu yang mempunyai Kebesaran
  3. dan Kemuliaan. makam perempuan yang tak berdosa,
  4. yang lurus, binti Maimun, bin Hibatu’llah, yang meninggal
  5. hari Jum’at delapan Rajab (setelah tujuh malam berlalu)
  6. tahun 475, dengan rahmat
  7. Allah Yang Maha Mengetahui semua yang gaib, Tuhan Yang Maha Agung dan Rasul-Nya yang mulia.

Siapakah Fatimah bt Maimun?

Cungkup (bangunan) makam terbuat dari bata yang berasal batu kapur putih. Batu kapur putih sebagai bahan pembuat bata selain bata merah adalah tradisi pembuatan bata yang umum di wilayah Jawa Timur khususnya wilayah Gresik dan Lamongan. (Sumber foto: doc. Pribadi)

Gbr. Bagian dalam Cungkup makam Fatimah bt Maimun. Terdapat 5 makam putri dari berbagai negara di dalam cungkup makam. Makam Fatimah bt Maimun ditandai dengan pagar besi dan kelambu sebagai makam utama dan kemungkinan makam yang tertua dari lainnya. (Sumber foto: doc.pribadi)

Fatimah adalah puteri dari Sayyid Maimun. Sayyid Maimun adalah seorang sultan di Kedah, Malaka putra dari Seh Sayyid Hibatullah. Seh Sayyid Hibatullah adalah putera dr Muhammad Makdum Sidiq. Muhammad Makdum Sidiq adalah putera dr Idris al Malik. Idris al Malik adalah putra dr Sayyid Ahmad al Biruni. Sayyid Ahmad Al Biruni adalah putera dr Sulaiman al Basri. Sulaiman al Basri adalah putera dr Imam Musa Al Kadzim. (sumber: https://www.geni.com/people/Sulieman/6000000001079875321)

Fatimah bt Maimun menikah dengan Sayyid Hasan, seorang Sayyid (keturunan Rasul saw) yang leluhurnya berasal dari gelombang hijrah generasi pertama yang hijrah dari wilayah Jazirah Arab dan menetap di Jawa Timur. Sayyid Hasan adalah contoh penduduk Indonesia yang berasal dari keturunan pernikahan campuran antara para pendatang dengan penduduk lokal yang berapa puluh tahun kemudian menjadi salah satu penguasa wilayah Leran, Gresik, yang kini berada di wilayah Jawa Timur.

Pernikahan Fatimah bt Maimun dengan Sayyid Hasan memiliki beberapa orang putra, diantaranya seorang putra yang bernama Sayyid Abdurahman.

Seperti umumnya para keluarga bangsawan jawa saat itu, usaha utama mereka adalah perdagangan. Mereka memiliki kapal-kapal dagang yang berlabuh di kota-kota besar di wilayah Arab dan sekitarnya. Salah satu kota pelabuhan kuno yang terkenal pada masa itu, sekitar abad ke-11 sampai abad ke 15 adalah kota Tarim di Yaman.

Sayyid Abdurahman, putra syarifah Fatimah bt Maimun dengan sayyid Hasan adalah salah satu contoh kaum sayyid yang berasal dari Indonesia, yang pada masa lalu bernama Hindia. Kakek moyang sayyid Abdurahman adalah kaum Muhajirin dari jazirah Arab, Syam dan persia yang hijrah ke Nusantara pada gelombang hijrah pertama setelah peristiwa Karbala, tahun 681 M.

Setelah dewasa sayyid Abdurahman meneruskan usaha dagang ayahnya, sayid Hasan. Beliau mejadi pedagang yg sukses dan cukup terkenal di Yaman, tepatnya di kota pelabuhan Tarim.

Sayyid Abdurahman menikah dengan wanita Tarim dan memiliki beberapa putra-putri, salah satu puterinya bernama Sarah. Sarah menikah dengan Abdul Malik.

Siapakah Abdul Malik?

Beliau adalah putera dari Alwi Amir Faqih (1109/69 M) putra dari Ali al Ghazam putera dari Sayyid Alwi putera dari Muhammad putera dr Ubaidillah/Abdullah putera dari Ahmad al Muhajir putera dari Isa al Basri putera dari Muhammad an Naqib putera dari Sayyid Ali Uraidi putra dari Imam Ja’far Shadiq putra dari Imam Muhammad al Baqir putra dari Imam Ali Zainal Abidin putra dr Imam Husein as Syahid putra dari Imam Ali bin Abi Thalib dan sayyidah Fatimah az Zahra putri Rasul saw.

Abdul Malik pindah ke India membawa anak dan istri nya, Sarah bt Abdurahman, cucu dari Fatimah bt Maimun.

Di India Abdul Malik tinggal di wilayah Gujarat. Abdul Malik kemudian menikah lagi dengan Puteri penguasa setempat dan mendapat gelar Azamat Khan.

Gelar ‘Khan’ beliau dapatkan karena menikah dengan Puteri kesultan Islam Mughal.

Pernikahan Abdul Malik dan Puteri India, memiliki beberapa orang putra putri, diantaranya Al Amir Abdullah Khanuddin alias Maulana Abdullah.

Al Amir Abdullah Khanuddin memiliki beberapa orang putra, diantaranya Al Amir Ahmad Syah Jalaluddin. Al Amir Syah Jalaluddin memiliki beberapa orang putra diantaranya : Jamaludin Hussain (alias Jamaludin al Kabir / al akbar).

Jamaludin Husein al Akbar adalah Kakek dari 9 orang Wali yang terkenal di Jawa, yang bergelar ‘Wali songo’. Makamnya berada di kota Wajo, Sulawesi.

makam,Wajo,bc Yasin di makam syekh Jamaluddin1

Makam Jamaluddin Husein di Wajo Sulsel

*Poin penting dari penelusuran kisah Fatimah bt Maimun*

  1. Makam Fatimah Bt Maimun yang wafat tahun 1082 dan kisah seputar kehidupannya adalah bukti bahwa Islam telah ada di Nusantara sejak masa awal Islam bukan seperti teori era kolonial yang mengatakan Islam masuk ke Indonesia dibawa oleh pedagang Gujarat pada abad ke-15, atau yang lebih moderat pada abad ke 13 setelah ditemukannya makam sultan Malik as Saleh dan adanya kerajaan Samudera Pasai.
  2. Dari bentuk cungkup makam, serta makam beberapa putri lain selain Fatimah bt Maimun, yaitu putri Keling, putri Kuching dan putri Kamboja (nama putri disandingkan dengan nama wilayah asalnya bukan nama orang) dapat diketahui bahwa beliau BUKAN orang asing yang wafat di Jawa, seperti kata beberapa teori, namun beliau adalah seorang syarifah (gelar wanita keturunan nabi saw), seorang putri, istri dari penguasa setempat yang juga sayyid (gelar pria keturunan nabi saw) dan berasal dari Jawa atau daerah Asia tenggara yg lain.
  3. Dari kedudukan suami beliau, seorang muslim, sayyid dan telah menjadi penguasa wilayah Gresik Bisa diketahui bahwa kedatangan kaum kerabat nabi ke Jawa telah ada jauh sebelum era Fatimah bt Maimun yang wafat tahun 1082 M.
  4. Fatimah bt Maimun adalah nenek buyut dari Jamaludin Husein al Akbar dan juga leluhur hampir sebagian besar penduduk Jawa yang masih memiliki kekerabatan dengan tokoh ‘walisongo’.
  5. Ringkasan silsilah dari Fatimah bt Maimun sampai ke Walisongo :
  • Fatimah adalah putri dari Maimun bin Hibatullah, seorang sultan dari Kedah, Malaka (sekarang Malaysia), berdasarkan garis silsilahnya beliau adalah keturunan ke 16 dari nabi Muhammad saw.
  • Fatimah menikah dengan Sayyid Hasan dari Jawa berputra Sayyid Abdurahman.
  • Sayyid Abdurahman menikah dengan wanita Tarim memiliki putri bernama Sarah.
  • Sarah menikah Abdul Malik dari Gujarat, India
  • Sarah binti sayyid Abdurahman dan Abdul Malik memiliki beberapa orang putra, salah satu diantaranya sayyid Abdullah Khan
  • Abdullah Khan berputra Ahmad Syah Jalaluddin
  • Ahmad Syah Jalaluddin berputra Jamaludin Husein Akbar
  • Jamaludin Husein Akbar, menikah dengan putri Champa, Dwarawati, memiliki banyak putra, 3 diantaranya yang menjadi leluhur walisongo:
  • Ali Nurul Alim (tinggal di Mesir). Salah satu putranya menjadi penguasa wilayah di Mesir, menikah dengan Nay Larasantang alias Syarifah Muda’im putri raja JawaBarat dibumi Jawadwipa (tulisan sesuai naskah Wangsakerta, tambahan: Tidak disebut nama rajanya) dari pernikahan ini lahir Sunan Gunung Jati Syarif Hidayatullah-Cirebon.
  • Barkat Zainal Alim. Ayah dari Ibrahim Zainuddin al Akbar, di Indonesia kita mengenalnya dengan sebutan Maulana Malik ibrahim/Sunan Gresik
  • Ibrahim Zainuddin al Akbar menikah dengan beberapa orang putri, diantaranya dengan putri sultan Champa bernama dewi Chandrawulan, pernikahan Ibrahim Zainuddin Akbar dengan dewi Chandra wulan menurunkan beberapa putra dan putri diantaranya sayyid Ali Rahmatullah yang kita kenal dengan gelarnya Sunan Ampel. Ketika Champa akhirnya dikalahkan oleh bangsa Khemr, thn 1471, Maulana Malik Ibrahim dan keluarganya hijrah kembali ke Nusantara. Maulana Malik Ibrahim wafat dan dimakamkan di Gresik.

Ditulis oleh Sofia Abdullah

Sumber:

  1. Masuknya Islam ke Timur Jauh ttg kaum Muslim yg hijrah ke nusantara pasca Karbala, tahun 700-an Masehi
  2. Al Masyhur, Idrus Alwi, Sejarah, Silsilah dan Gelar Keturunan Nabi Muhammad saw di Indonesia, Singapura, Malaysia, Timurtengah, India dan Afrika
  3. https://www.geni.com/people/Sulieman/6000000001079875321)
  4. Naskah Wangsakerta
  5. Sunyoto, Agus, Atlas Walisongo
  6. dan sumber-sumber lain yang terkait

Kartini & Politik Etis (bag. 3)

Bagian ke-3

Berbeda dengan pahlawan wanita yang lain, yang namanya telah dikenal sejak masih hidup, nama Kartini justru mulai dikenal di Belanda sekitar 7 tahun setelah wafatnya, tepatnya tahun 1911, setelah diterbitkannya buku yang berisi surat menyurat beliau dengan sahabat-sahabat pena-nya dari Belanda.

Surat-surat Kartini kemudian dikumpulkan, disunting, dicetak dan diterbitkan menjadi buku oleh salah seorang koresponden Kartini yang juga tokoh Politik Etis, J.H Abendanon dan diberi judul ‘Dot Duisternis tot Licht’ yang arti harfiahnya Dari Kegelapan menuju Cahaya. Judul ini diambil dari surat-surat Kartini beberapa tahun menjelang wafatnya pada tahun 1904 di usia yang masih relatif muda, 25 tahun.

Walaupun sebelum wafatnya Kartini pernah membuat sekolah putri setingkat sekolah dasar, namun sifat sekolah ini hanyalah sekolah informal dan hanya bertahan 2 tahun. Setelah Kartini wafat kemudian di susul ayahandanya setahun kemudian (1905) sekolah ini pun ditutup, hingga nama Kartini pun seperti hilang begitu saja.

Hingga 7 tahun kemudian nama Kartini muncul kembali sebagai nama sekolah perempuan pertama di Jawa yang didirikan pada tahun 1911 oleh J. H Van Deventer, 7 tahun setelah wafatnya Kartini atas dana penuh dari pihak Belanda.

Berdasarkan penelitian Dr H Bouman dalam buku Meer Licht Over Kartini dan penelitian Pramoedya Ananta Toer dalam bukunya ‘Panggil Aku Kartini Saja, diakui atau tidak, dibesarkannya tokoh Kartini terkait erat dengan politik etis Belanda dan persaingan Belanda dengan pemerintah kolonial yang lain, dalam hal ini Inggris, yang merasa lebih ‘berhasil’ dalam memakmurkan negeri jajahannya.

Buku ini juga lahir sebagai jawaban dari desakan kaum sosialis untuk ‘mendidik’ negeri jajahan Belanda yang terpuruk agar bisa meredam terjadinya revolusi di kemudian hari.

Usulan ini kemudian menjadi dasar lahirnya politik etis pada tahun 1900. Politik etis secara teori dikatakan sebagai politik ‘Balas Budi’ Belanda kepada negeri jajahannya Hindia Belanda. Namun walaupun dikatakan sebagai politik balas budi pemerintah kolonial, dalam prakteknya politik etis ini lagi-lagi hanya menguntungkan pihak Belanda, secara langsung ataupun tidak langsung.

Secara langsung contohnya dengan politik etis, pemerintah kolonial membuka sekolah-sekolah gratis yang awalnya hanya untuk kalangan Belanda dan bangsawan menjadi terbuka untuk umum, kebijakan ini bertujuan salah satunya mengharum nama pemerintah kolonial Belanda diantara pemerintah kolonial lain terutama Inggris dan Perancis. Secara tidak langsung sekolah-sekolah ini baik disengaja atau tidak mendidik murid-muridnya menjadi pro kolonial dan melahirkan generasi-generasi yang pro kolonial yang hingga saat ini masih bisa kita rasakan.

Kejanggalan seputar diterbitkannya Buku Dot Duisternis tot Licht‘ juga banyak ditemukan, karena mulai pengumpulan surat, sunting, cetak hingga diterbitkannya hanya dikerjakan oleh J. H Abendanon saja, tidak ada pihak lain yang diminta pertimbangan atau sarannya. Buku ini juga disunting dan diedit hingga terdapat beberapa bagian surat yang terkesan tidak terkait antara satu dan lainnya. (hal. 23 Pram)

Kejanggalan pun bertambah karena hanya selang beberapa hari setelah buku ini terbit, pembesar-pembesar kerajaan Belanda seperti Ibu suri kerajaan, Gubernur Jenderal A.W.F. Idenburg dan menteri urusan jajahan berlomba-lomba menjadi pemberi sumbangan, dari sumbangan ini kemudian didirikan Kartini’s Fonds yang dikelola oleh Van Deventer, salah seorang tokoh Politik etis.

Dengan dana ini pula buku Dot Duisternis tot Licht’ tersebar melalui bentuk referensi di majalah-majalah hingga iklan di koran-koran ternama, hingga dalam waktu singkat buku ini sukses besar di Belanda, dan diterjemahkan ke berbagai bahasa di dunia.

Hingga tahun 1923, buku Dot Duisternis tot Licht’ telah cetak ulang sebanyak 4 kali. Namun walaupun sudah mendapatkan dana yang cukup banyak dari buku ini, Abendanon tetap tidak meminta nasehat dan pertimbangan dari siapapun tentang dibukukannya surat-surat Kartini ini. Semuanya ia kerjakan sendiri.

Dari perjalanan buku tersebut di Belanda dapat kita lihat bahwa para tokoh Politik Etis Belanda memiliki peran yang penting, yang menyebabkan buku ini sangat populer dan nama Kartini pun dikenal di beberapa negara Eropa.

Dibesarkannya sosok Kartini oleh para tokoh Politik Etis adalah sebagai pembuktian kepada masyarakat Eropa terutama Pemerintah Kolonial dan kaum Sosialis bahwa Belanda pun ‘berhasil’ mendidik negeri jajahanya dengan perantara sosok Kartini.

Dengan dana politik etis dari pemerintah belanda inilah sekolah khusus perempuan ‘Kartini’ tersebar di beberapa kota di Jawa dan Sumatera, dari sekolah inilah nama Kartini mulai diketahui masyarakat di Hindia Belanda.

Setelah malang melintang di Eropa, 5 tahun kemudian buku ini pun akhirnya diterjemahkan dalam bahasa melayu, bukan oleh Armijn Pane yang kita kenal sekarang namun oleh 4 orang sarjana Leiden, yaitu Baginda Abdoellah Dahlan, Baginda Zainoeddin Rasad, Soetan Moehammad Zain, dan Baginda Djamaloeddin Rasad, di cetak dan diterbitkan oleh Comissie voor de Volslectuur (sekarang Balai Pustaka). Armijn Pane baru dilibatkan dalam buku ini setelah cetakan ke-3, dan itu pun bukan sebagai penterjemah, hanya sebagai penentu komposisi jalan perjuangan Kartini menurut jalannya surat-suratnya. (hal. 141-143, Pram)

Masih menurut penelitian Pramoedya Ananta Toer dalam bukunya ‘Panggil Aku Kartini saja’, semakin jelas terlihat adanya unsur kesengajaan untuk menghilangkan identitas Kartini yang sesungguhnya, karena hanya 40% dari surat-surat Kartini di buku Dot Duisternis tot Licht’ yang diterjemahkan.

(bersambung ke bag.4)

Pandita Ramabai vs Kartini_bagian 4 (selesai)

Dua Sisi Kehidupan Kartini (Bag. 2)

Siapakah Kartini?

Alur waktu di bawah ini akan menjelaskan pada kita dengan ringkas siapa Kartini;

21 April 1879 Kartini lahir dari rahim Ibunya yang bernama Ngasirah, garwa ampil (istri kedua) ayahnya, RM AA Sosroningrat yang berasal dari keluarga kaum bangsawan, dan pada saat itu menjabat sebagai bupati Jepara. Pada masa ini peraturan kolonial mengharuskan golongan bangsawan menikah dengan golongan bangsawan. Pernikahan dengan golongan yang bukan bangsawan akan dianggap pernikahan tidak resmi secara hukum, hanya resmi menurut Agama Islam (nikah siri). Istri dari golongan bangsawan disebut ‘garwa padmi’ atau istri utama, istri dari golongan non-bangsawan disebut ‘garwa ampil’ atau ‘garwa selir’.

1885-1892 Kartini kecil bersekolah di Sekolah Rendah Belanda (Europeesche Lagere School, setingkat dengan Sekolah Dasar pada saat sekarang) hingga berusia 12,5 tahun. Ketika sekolah ia dijuluki Kuda Kore (kuda liar) karena seringnya ia tertawa keras hingga terlihat giginya, sebagai anak bupati yang bergelar raden Ajeng yang memiliki banyak aturan tata krama, tentu saja hal ini adalah suatu pelanggaran.

1892 pada usia 12,5 tahun Kartini mulai di pingit, diberi pendidikan di balik dinding kompleks rumahnya. Dipingitnya Kartini bukan berarti ia tidak lagi mendapat pendidikan, seperti kalangan bangsawan pada umumnya Kartini tetap mendapat pendidikan formal dan ketrampilan dibalik dinding kompleks rumahnya, dengan bekal inilah kemampuan berbahasa dan menulis Kartini berkembang pesat.

1895 Kartini berusia 16 tahun, membuat tulisan pertamanya berupa artikel tentang perkawinan pada suku Koja, berjudul; Het Huelijk bij de Kodja’s.

1896, usia Kartini 17thn, kedua adiknya Roekmini dan Kardinah mulai dipingit bersamanya. Kakaknya Sosrokartono, melanjutkan sekolah HBS (setingkat SMP-SMA) ke Semarang. Sosrokartono banyak mengirimkan buku-buku, novel dan majalah yang sedang populer ketika itu, dari sinilah, Kartini memiliki pengetahuan yang luas tentang dunia luar.

1898 Artikel Kartini tentang Perkawinan pada Suku Koja dipublikasikan di jurnal Bijdragen TLV.

2 Mei 1898, usia 18 tahun, Kartini di bebaskan dari pingitan, kakak tercintanya Sosrokartono melanjutkan studi ke Belanda & menjadi Mahasiswa jenius, ahli bahasa yang disegani para dosen.

25 Mei 1899, usia Kartini 20 tahun, Mulai berkorepondensi dengan Estelle “Stella” Zeehandelaar di Belanda.

1901-1902 usia Kartini 20-23 tahun menemukan guru yang mengajarkannya agama Islam, disinilah titik balik kehidupan Kartini dimulai, dari yang awalnya banyak memuji pemerintah kolonial, feminisme wanita Eropa, dan seolah-olah tergantung oleh pada pemerintah Kolonial, menjadi pengeritik keras terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah kolonial, terutama tentang program Zending (Kritenisasi) disekolah, Rumah Sakit dan tempat pelayanan umum lainnya, dengan gaya bahasa yang pedas namun masih sangat sopan.

1903, Januari Tuan & Nyonya Abendanon membujuk Kartini untuk membatalkan niatnya bersekolah ke Belanda namun melanjutkan HBS ke Batavia. Kartini kecewa dan tidak disangka orang yang selama ini ia kira akan menolongnya justru menarik bantuannya. Kartini akhirnya memutuskan untuk melanjutkan ke Batavia.

Juni 1903 sambil menunggu surat Beasiswa-nya turun, Kartini bersama kedua adiknya menjadikan pendopo dibelakang rumah mereka sebagai sekolah gadis Jawa pertama di Hindia Belanda setingkat SD, untuk anak-anak gadis di lingkungan sekitar rumahnya. Suratnya yang bertanggal 4 Juli 1903 kepada Abendanon mengatakan bahwa Kartini senang sekali ia telah mempunyai 7orang murid.

Juli 1903 Dengan pilihannya sendiri, Kartini membatalkan niatnya untuk melanjutkan HBS ke Batavia, dan memilih menikah dengan Bupati Rembang RM Djojoadiningrat, dengan kesadaran penuh tanpa paksaan. Dalam suratnya pada tanggal 1 Agustus kepada ny. Abendanon Kartini menjelaskan alasannya mengapa ia membatalkan beasiswa pendidikannya ke Batavia, salah satu diantaranya adalah karena ia menyadari posisinya sebagai wanita untuk berjuang di bidang diplomasi sangat lemah, karenanya calon suaminya yang telah lebih dulu berjuang di bidang pendidikan ini akan menjadi penolong utamanya dan bekerja sama dalam mencapai cita-citanya mendidik bangsanya melalui jalur pendidikan dan diplomasi. (hal.198,Pane)

8 November 1903 menikah dengan bupati Rembang, RM Djojoadiningrat, surat-surat Kartini berpendapat terbalik dengan sejarah umum yang kita ketahui, bahwa seolah-olah Kartini menikah dengan terpaksa karena tidak Kuasa menolak tradisi, faktanya Kartini justru merasa senang dengan pernikahannya, karena suaminya memiliki cita-cita yang sama dengannya dan bersedia membantu Kartini mencapai cita-citanya mendirikan sekolah pribumi. Rasa syukur Kartini yang mendalam karena telah menemukan orang yang dapat mengerti perjuangannya dan berjanji akan membantunya, terlihat dalam suratnya kepada nyonya Abendanon pada tanggal 1 Agustus 1903, ketika ia menolak dengan sopan beasiswa untuk melanjutkan HBS untuk pendidikan guru ke Batavia yang ia dapatkan dari pemerintah kolonial dan memilih menikah saja, karena dengan menikah, dan bersama dengan suaminya ia akan lebih banyak menolong bangsanya. (hal. 199,Pane)

Dalam suratnya yang lain kepada Tuan Abendanon dan Nyonya ketika Kartini telah resmi menjadi Istri RA Djaja Adiningrat, Kartini mengatakan:

“Saya mengucap syukur, membiarkan saya dibimbing oleh orang yang ditunjukkan oleh Allah Yang Mahakuasa menjadi kawan saya seperjalanan menempuh hidup yang luas yang kerap kali sangat sukarnya ini.”

Cita-cita Kartini untuk melanjutkan sekolah memang tidak terwujud, namun cita-citanya yang lain yang jauh ia anggap lebih penting telah di depan mata, yaitu bersama suaminya kelak ia akan mendirikan sekolah dan mendidik kaum pribumi.

13 September 1904 melahirkan putra pertamanya R. M Soesalit

17 September 1904 Kartini wafat pada usia yang masih sangat muda 25 tahun, 4 hari setelah melahirkan anak pertamanya. Banyak asumsi yang beredar seputar kematiannya, karena 3 hari sebelumnya kondisi Kartini setelah melahirkan cukup baik, hingga tanggal 17 pun kondisi Kartini cukup baik. kondisinya memburuk setelah meminum obat dari dr Ravesteijn yang membantunya melahirkan. Kartini wafat setengah jam setelah meminum obat tersebut, dari sinilah kemudian muncul rumor bahwa Kartini meninggal karena diracun, namun sayang tidak ada yang bisa membuktikan asumsi ini. (hal. 109, Gelap Terang hidup Kartini)

Foto Kartini & Suaminya (atas). Bawah: foto R.M Singgih Soesalit, putra Kartini

Dari alur waktu diatas dapat kita ketahui bahwa :

Kartini lahir dan hidup pada masa Indonesia dalam keterpurukan yang dahsyat. Kemiskinan dan kelaparan merajarela akibat tanam paksa yang dilakukan Belanda untuk mengisi Kas negara yang kosong akibat perang Jawa yang dipimpin pangeran Diponegoro yang telah menguras Kas negara belanda.

Untuk meringankan beban penduduk jawa saat itu, para pejuang mengambil 2 sikap untuk menolong penduduk Hindia (nama Indonesia pada era kolonial), yaitu sebagai kaum ulama yang bersebrangan dengan pemerintah Kolonial dan sebagai pejabat pemerintahan yang seolah-olah taat pada aturan kolonial.

Ayah Kartini RMA Sosroningrat sebagai gol. Pejabat pemerintah, walaupun di satu sisi memiliki banyak keterbatasan menolong bangsanya, namun di sisi lain ia kuat dalam hukum, hingga mendapat fasilitas-fasilitas dari pemerintah kolonial yang tidak dapat diganggu gugat untuk kesejahteraan penduduknya.

Poligami yang dilakukan kaum bangsawan pada saat itu adalah salah satu cara untuk mengentaskan kemiskinan, dengan memiliki banyak istri dari rakyat biasa, satu orang kaum bangsawan dapat menolong puluhan warganya dari kemiskinan, seperti ibu kandung Kartini sendiri yang bernama Ngasirah.

Kondisi ini kemudian diketahui Kartini sejalan dengan bertambahnya usia. Menjadi istri ke empat dari Bupati Rembang dengan sadar dan tanpa paksaan pun juga sebagai bukti kepada masyarakat bahwa bukan hukum poligami yang ditentang Kartini, namun tradisi dan adat yang telah menyalah artikan hukum tersebut.

Kartini lahir pada era kemenangan Belanda atas para pejuang nusantara, yang mana Belanda memiliki aturan yang ketat bagi kaum bangsawan yang menduduki jabatan di pemerintahan.

Norma Norma yang berlaku dalam lingkungan keraton tidak lepas dari pantauan pemerintah kolonial, dari mulai sistem pendidikan hingga cara berpakaian.

Salah satu sistem pendidikan yang berlaku saat itu adalah mewajibkan anak-anak bangsawan sekolah di sekolah-sekolah Belanda. Disekolah ini setiap murid wajib mengikuti pendidikan kristen sebagai agama mayoritas pemerintah kolonial, mewajibkan kebaktian, walaupun beragama Islam, namun disisi lain melarang keras diterjemahkanya Al Qur’an dengan alasan Al Qur’an terlalu suci untuk diterjemahkan, Al Qur’an hanya diperbolehkan dipelajari hurufnya, dibaca tanpa difahami artinya.

Sistem pendidikan lain yang juga berlaku pada masa ini adalah dilarangnya Huruf Arab Jawa atau Arab Pegon yang telah umum digunakan masyarakat luas saat itu. Sebagai gantinya masyarakat jawa saat itu diwajibkan mempelajari huruf latin sebagai huruf bangsa Eropa dan wajib mempelajari huruf Jawa kuno, yang penggunaan sudah sangat jarang, hanya berlaku pada kalangan sastrawan pada masa itu. (lih. Arab di Nusantara, Van den Berg)

Akibat dari aturan di atas, sebagian besar kaum bangsawan akhirnya pro kepada Belanda, tidak mengenal agama dan tradisi leluhurnya, hingga lahirlah orang-orang jawa yang pro Belanda. Namun lain hal-nya dengan para pejuang yang menduduki jabatan tinggi di pemerintahan, seperti RMA Sosroningrat, ia memilih memingit anak-anak putri mereka agar tetap kenal dengan ajaran agama leluhurnya dan tradisi bangsanya.

Dipingitnya Kartini adalah akibat dari campur tangan pemerintah kolonial untuk menjadikan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang pro kolonial, dengan cara ikut terlibat dalam mengatur Norma dan tradisi yang berlaku saat itu.

Singkat kata tradisi pingit pada masa itu terjadi bukan murni sebagai tradisi Jawa tapi akibat dari kebijakan Belanda mengatur sistem pendidikan sedemikian rupa hingga bila diikuti akan melahirkan generasi-generasi yang pro kolonial, terutama bagi kaum bangsawan saat itu.

Kartini hanya mengikuti sekolah wajib bersekolah di Sekolah Belanda dengan bahasa pengantar dan tulisan Belanda hingga tamat Sekolah Dasar, itupun telah membuat Kartini kecil ‘buta’ akan agama Islam, agama yang dianut oleh keluarganya secara turun temurun.

Mengapa demikian? Salah satu cara pemerintah kolonial mempertahankan negeri jajahannya adalah dengan menguasai agama, tradisi dan budaya yang di anut mayoritas masyarakat saat itu, dalam hal ini adalah Islam. Sebagai agama mayoritas penduduk Indonesia masa itu, pemerintah kolonial harus mempelajari lebih dalam tentang Islam. Ajaran Islam dan tokoh-tokoh-nya dianggap sebagai ‘musuh’ pemerintah kolonial karena setiap kali ada perlawanan terhadap pemerintah kolonial sering kali didalangi oleh ulama atau Kyai.

Dari masa ke masa pemerintah kolonial kemudian banyak mengutus mata-mata untuk mempelajari Islam dan penganutnya agar mengetahui kelemahan kaum muslim dan mengalahkan mereka. Salah satu diantara tokoh mata-mata ini, yang teorinya masih digunakan hingga saat ini, bernama Snouck Hougronje. Menurut pendapatnya salah satu cara agar dapat ‘menjinakkan’ Hindia harus menjauhkan umat Islam dari agamanya, karena Islam mengajarkan membela diri dan berjuang melawan penjajahan, maka umat Islam identik dengan revolusi atau memberontak kepada pemerintah kolonial, dan cara menjauhkan Islam dari umatnya yang paling efektif adalah melalui dunia pendidikan yang diajarkan sedini mungkin.

pemerintah kolonial menerapkan sistem pendidikan yang disarankan oleh Snouck Hougronje dan para orientalis Belanda pada masa itu. Sistem pendidikan inilah yang berlaku pada masa Kartini.

Awal Kartini aktif menulis dan surat menyurat dengan koleganya di Belanda masih dalam usia yang terbilang muda 15-18 tahun, dalam kondisi dibalik tembok keraton, perjalanan keluar keraton adalah pengalaman yang luar biasa bagi Kartini dan saudara-saudaranya.

Dalam kondisi seperti itu bisa dikatakan pengetahuan Kartini pada awal ia melakukan korespondensi dengan kolega-nya di Belanda, tidak mengerti sesungguhnya kondisi politik dan perekonomian bangsanya, dan hal tersebut tentunya sangat wajar karena dunia yang diketahui Kartini hanya melalui buku-buku dan novel yang dibacanya.

Bertambahnya umur, beriring dengan kepandaiannya dan rasa ingin tahunya yang begitu besar, menjadikan Kartini tidak pernah berhenti belajar hingga akhirnya ia mengetahui segala situasi dan kondisi yang terjadi di negerinya.

Dari sinilah ia mulai berbalik, dari yang pada awalnya banyak memuji Belanda, menjadi pengkritik keras segala kebijakan Belanda, terutama peran pemerintah kolonial dalam usahanya melakukan Zending (menasranikan pribumi) melalui pendidikan dan pelayanan umum seperti rumah sakit.

Protes Kartini mengenai Zending dapat dibaca dalam suratnya kepada Tuan Abendanon, bertanggal 1 Febuari 1903, Kartini mengucapkannya dengan cukup tegas ; “usahakanlah Zending itu (sebagai suatu kegiatan sosial bagi masyarakat) tetapi tidak dengan menasranikan orang! (lih. buku Habis gelap terbitlah terang, hal.181, terj. Armijn Pane, cet. Ke 23 terbitan Balai Pustaka 2006 )

Pandangannya tentang agama pun mengalami perubahan total setelah bertemu beberapa orang guru, diantaranya yang ia sebutkan dalam surat-suratnya antara tahun 1901-1903, ada sosok wanita tua yang mengajarinya tentang makna agama, ada pula Kyai Sholeh Darat (1820-1903) yang walaupun tidak disebutkan namanya, namun Kyai Sholeh Darat adalah ulama yang menjadi pengisi tetap acara-acara keagamaan di Kadipaten Jepara. Menurut pengakuan cucu Kyai Sholeh Darat yang dimuat dalam Tribun Jateng, Kartini berguru pada beliau selama kurang lebih setahun. pengaruh Kyai Sholeh Darat dapat dilihat dalam surat-surat Kartini selanjutnya yang telah memiliki banyak pemahaman tentang Ilmu agama.

bersambung ke bag.3

Dua Sisi Kehidupan Kartini (bag.1)

Kartini & Politik Etis (bag. 3)