Mengunjungi Situs Makam Sunan Ampel

Alhamdulillah akhirnya sempat juga mengunjungi makam Sunan Ampel, setelah lebih dari 10thn menelusuri sejarah beliau, sebagai salah satu anggota Walisongo dan sebagai sosok ulama yang menjadi salah seorang leluhur penduduk Jawa keturunan Champa. Makam Sunan Ampel berlokasi di Jl. Ampel Masjid No.53, Ampel, Kec. Semampir, Kota SBY, Jawa Timur 60151. Makam Sunan Ampel terletak di bagian belakang Masjid Agung.

Gapura Paduraksa utama menuju makam Sunan Ampel. Gapura adalah ciri khas komplek situs pemakaman kuno. Gapura pada situs pemakaman berfungsi sebagai pembatas antar kompleks makam. Sayang sekali karena renovasi berulang bentuk gapura dan fungsinya pada makam Sunan Ampel sudah tidak jelas lagi. Foto : koleksi pribadi.

Seperti umumnya situs-situs sejarah Islam di Indonesia yang mengalami banyak perubahan, situs makam Sunan Ampel pun demikian. Selain kompleks makam yang berulang kali dirombak, Batu nisan yang seharusnya berfungsi sebagai penanda kubur dengan informasi jenazah, pada situs makam Sunan Ampel kami tidak dapat menemukan informasi ini.

Informasi jenazah pada batu nisan memiliki fungsi yang sangat penting sebagai bukti sejarah tertulis yang kuat. Nisan Sunan Ampel dibuat tinggi dan polos, hanya ukiran sederhana tidak terdapat keterangan apapun. Informasi tentang Sunan Ampel hanya di dapat dari penjaga makam setempat. Tanpa adanya bukti tertulis pada nisan Sunan Ampel, walaupun komplek makam dibuat lebih indah, beberapa generasi yang akan datang lokasi situs ini akan sangat mudah dipalsukan, dihilangkan jejaknya atau hanya sekedar diragukan keasliannya.

Gbr.1 Nisan Sunan Ampel dibuat tinggi dan polos, hanya ukiran sederhana tidak terdapat keterangan apapun. Informasi tentang Sunan Ampel hanya di dapat dari penjaga makam setempat. sumber: koleksi pribadi
Gbr.2 Makam Sunan Ampel dan Istri berada di balik pagar. Gbr.1 & 2 memperlihatkan tinggi batu nisan hasil perombakan terakhir 2012, seperti yang terlihat, Batu Nisan pada makam Sunan Ampel pada perombakan terbaru dibuat tinggi dan tidak tertulis apapun seperti seharusnya fungsi nisan. sumber : koleksi pribadi
Gbr.3 Suasana di sekitar makam Sunan Ampel. Sumber gambar : koleksi pribadi.
Gbr.4 Gapura menuju makam Sunan Ampel dengan ratusan peziarah setiap harinya. Sumber gambar : Koleksi Pribadi
Gbr 5 Ratusan peziarah mengunjungi makam Sunan Ampel setiap harinya. Sumber gambar: Koleksi pribadi

*Sejarah Singkat Sunan Ampel*

Nama asli Sunan Ampel adalah Ali Rahmatullah. Penduduk Jawa Tengah mengenal beliau dengan sebutan Sunan Rahmad, diambil dari nama belakang beliau Rahmatullah. Sebelum hijrah ke Jawa, Sunan Ampel adalah seorang pangeran dan ulama yang berasal dari Champa.

Gbr. 6 Peta Champa, semenanjung Melayu, Sumatera dan Jawa

Dari pihak ibu, Sunan Ampel adalah keturunan diraja Champa, Zainal Abidin I, yang berkuasa dari tahun 1360-1390. Zainal Abidin I, dikenal pula dengan sebutan Che Bonga atau dalam bahasa melayu Cik Bunga. Pada masa kekuasaannya, kerajaan Islam Champa mengalami puncak kejayaan.

Hubungan Kesultanan Chermin, Champa, Jawa, Malaka dan Kerajaan Samudera (Pasai)

Gbr.7 peta Kesultanan Chermin, lokasinya sekarang berada di Kelantan.

Champa, Chermin, Malaka, Pasai dan Jawa memiliki hubungan baik yang timbal balik sejak berdirinya negeri Champa tahun 192 M. Hubungan baik ini terus terjaga dengan pernikahan, perdagangan dan saling bantu bila terjadi serangan dari luar. Posisi Champa yang strategis menyebabkan negeri ini menjadi incaran negeri-negeri lain. Diantaranya Mongol, Khmer dan Dai Viet (Sukothai, Tibet). Ketiga negeri ini selalu menjadi penyulut peperangan di Champa dan Semenanjung (Malaka).

Dari tahun 1345 hingga 1357, Kesultanan Champa, Chermin (Kelantan), Kamboja, Malaka dan Samudera Pasai menjadi negara bawahan kerajaan Ayodhia (Sukothai dari Tibet).

Tahun 1357 Jawa menyerang Ayodhia dan membebaskan negeri-negeri jajahannya,  diantaranya Champa, Malaka dan Samudera Pasai. Negara-negara ini kemudian menjadi  bagian dari Jawa sebagai negara mitra yang berada dibawah lindungan Jawa (Majapahit). Masa ini ditandai dengan banyaknya perwakilan Jawa yang memiliki kedudukan penting di Champa, Kelantan, Malaka, hingga Samudera Pasai. Pada masa inilah Zainal Abidin I atau Che Bonga menikahkan putrinya, Amarawati dengan Jamaluddin Husein al Akbar, seorang sayyid, ulama dan pemimpin dari Jawa keturunan India dan Yaman. Beliau adalah kakek dari Sunan Ampel. Pernikahan putri Ramawati dengan Jamaludin Husein al Akbar menurunkan beberapa putra dan putri diantaranya ayahanda Raden Ali Rahmatullah, Ibrahim Zainuddin al Asghar.

Ibrahim Zainuddin Asghar bin Jamaluddin al Akbar menikah dengan putri Champa, bernama putri Candrawulan, kakak dari putri Dwarawati, istri Brawijaya V.  Pernikahan Ibrahim Zainuddin al Asghar dengan putri Chandrawulan menurunkan beberapa orang putra diantaranya Raden Ali Rahmatullah dan Raden Ali Murtadho.

Setelah pergantian kekuasaan beberapa kali, ayah Sunan Ampel, Ibrahim Zainuddin al Asghar menjadi diraja Champa yang dikenal juga dengan nama penobatan beliau Zainal Abidin II Diraja Champa, yang diambil dari nama kakek beliau Zainal Abidin I. Selain menjadi pemimpin tertinggi di Champa, Zainal Abidin II juga menjadi pemimpin tertinggi di Samudera Pasai yang pada masa itu masih menjadi bagian dari Jawa.

Tahun 1451, kerajaan Islam Champa mengalami serangan terus menerus dari Dai Viet hingga beberapa kota dikuasai. Tahun 1471 peperangan mencapai puncaknya dengan kekalahan Champa, ditandai dengan jatuhnya ibu kota Wijaya ke pasukan Dai Viet.

Peristiwa peperangan yang berlangsung lebih dari 20 tahun ini menyebabkan terjadinya gelombang hijrah penduduk Champa ke Jawa dan Sumatera. Dalam naskah kuno, peristiwa ini digambarkan ketika dua pangeran dari Champa yaitu Ali Rahmatullah (Raden Rahmat/Sunan Ampel) dan Ali Murtadho (Raden Santri) bersama rombongannya hijrah ke Jawa dan menghadap Brawijaya V untuk meminta suaka.

Berdasarkan silsilah keturunan Raden Fatah yang kami teliti, Brawijaya V, yang bernama asli wan Abu Abdullah bin Ali Nurul Alam, adalah sepupu dari Sunan Ampel. Ayah Sunan Ampel, Ibrahim Zainuddin al Asghar, dan ayah dari wan Abu Abdullah (Brawijaya V), adalah saudara seayah. Sementara istri Brawijaya V yang bernama Dwarawati adalah adik dari ibunda sunan Ampel, Chandrawulan.

Raden Ali Rahmatullah dan pengungsi Champa kemudian diberi wilayah tak bertuan oleh Brawijaya v yang  diberi nama Ampel Denta. Raden Ali Rahmatullah memimpin wilayah ini hingga mendapat gelar ‘Sunan Ampel’. Dibawah kepemimpinan Sunan Ampel, wilayah ini kemudian berkembang menjadi kota pelabuhan yang maju yang kini dikenal dengan nama Surabaya.

Silsilah, Istri dan Keturunan Sunan Ampel

Sunan Ampel diperkirakan lahir pada tahun 1401, hijrah ke Jawa sekitar tahun 1450an. Tahun 1450an hingga wafatnya 1481, Raden Ali Rahmatullah menjabat sebagai sunan di wilayah Ampel. Sunan adalah gelar jabatan politik bagi ulama yang memimpin satu daerah.

Dari garis keturunan ayahnya, Raden Ali Rahmatullah atau Sunan Ampel adalah seorang Sayyid atau keturunan dari Rasulullah saw dari putrinya Sayyidah Fatimah az Zahra. Berikut silsilah beliau :

As-Sayyid Ali Rahmatullah bin
As-Sayyid Ibrahim Zainuddin As-Samarqandy bin
As-Sayyid Husain Jamaluddin bin
As-Sayyid Ahmad Jalaluddin bin
As-Sayyid Abdullah bin
As-Sayyid Abdul Malik Azmatkhan bin
As-Sayyid Alwi Ammil Faqih bin
As-Sayyid Muhammad Shahib Mirbath bin- As-Sayyid Ali Khali’ Qasam bin
As-Sayyid Alwi bin
As-Sayyid Muhammad bin
As-Sayyid Alwi bin
As-Sayyid Ubaidillah bin
Al-Imam Ahmad Al-Muhajir bin
Al-Imam Isa Ar-Rumi bin
Al-Imam Muhammad An-Naqib bin
Al-Imam Ali Al-Uraidhi bin
Al-Imam Ja’far Shadiq bin
Al-Imam Muhammad Al-Baqir bin
Al-Imam Ali Zainal Abidin bin
Al-Imam Al-Husain bin
Ali bin Abi Thalib dan Sayyidah Fathimah Az-Zahra binti
Nabi Muhammad Rasulullah SAW.

Sunan Ampel menikah dua kali, istri pertamanya, Dewi Candrawati, putri Arya Teja, adipati Tuban. Istri keduanya bernama  Nyai Karimah putri dari Kyai Kembang Kuning (Kembang Kuning adalah nama wilayah antara Wonokromo dan Ampeldenta).            

Istri pertama Sunan Ampel, Dewi Candrawati, lahir dan besar di Champa ketika ayahnya masih menjabat sebagai perwakilan Jawa di Champa. Setelah menikah dengan Raden Ali Rahmatullah, Dewi Candrawati dikenal juga dengan gelar ‘Nyai Ageng Manila’ , dari gelarnya ini dapat diketahui bahwa suami dari Nyai Ageng Manila adalah seorang ‘Kyai Ageng’, artinya sebelum menjabat sebagai Sunan Ampel, Raden Ali Rahmatullah pernah menjabat sebagai ‘Kyai Ageng’, yaitu pejabat tinggi di Manilla. 

Pernikahan Sunan Ampel dengan Dewi Candrawati menurunkan putra putri :                                 

1. Sunan Bonang yang bernama Maulana Makdum Ibrahim,                                              2. Siti Syari’ah / Nyai Ageng Maloka                                                                    3. Sunan Derajat / Sunan Sedayu yang bernama Raden Qosim / Rdn Syarifuddin,   4. Siti Muthmainnah, menikah dengan Sayid Muhsin Yaman, berputra Amir Hamzah.                                                                 5. Siti Sofiah menikah dengan Raden mas Said/Raden Mas Sahid / Sunan Kalijaga. (Kalijaga adalah nama daerah di Cirebon. Sejarang wilayah kelurahan di Kecamatan Harjamukti, Cirebon.)

Dengan Istri keduanya, Nyai Mas Karimah binti Kyai Kembang Kuning (Ki Bang Kuning), memiliki beberapa putra-putri yang juga memiliki kedudukan penting pada masanya, diantaranya :                                                       

1. Nyai Mas Murthasiyah / Asyiqah menikah dengan Raden Paku / Sunan Giri / Maulana Ishaq                                                                         2. Nyai Mas Murtasimah menikah dengan Adipati Demak, Raden Hasan yang kemudian lebih dikenal dengan Raden Fatah.                                                                        3. Raden Ahmad Hussam / Husamuddin (Sunan Lamongan)                                             4. Raden Zainal Abidin (Sunan Demak) (sbr. https://www.geni.com/people/Sunan-Demak-Raden-Zainal-Abidin-Sunan-Demak/)    

Dari hasil penelusuran kami, baik Sunan Ampel, Sunan Kalijaga, Sunan Giri dan Sunan-Sunan yang lain adalah nama Gelar atau nama jabatan setingkat jabatan gubernur saat ini. Dibalik gelar-gelar ini ada sederet nama-nama tokoh dengan gelar yang sama, karena memimpin daerah yang sama hanya berbeda generasi. Diantara mereka ada tokoh-tokoh sunan yang namanya kita kenal ada juga yang belum dikenal. Insya Allah dalam tulisan berikut akan kami buka biografi mereka satu persatu.

Kendala yang paling berat dalam menelusuri tokoh-tokoh sunan adalah banyaknya pemalsuan kisah-kisah para tokoh dan minimnya sumber sejarah. Karena masalah ini banyak para peneliti dan peminat sejarah yang akhirnya mengatakan kemungkinan mereka tokoh fiktif dan ungkapan tersebut tidak bisa disalahkan karena minimnya sumber-sumber sejarah. Namun demikian, derasnya arus informasi 10 tahun terakhir memudahkan kami mengumpulkan bukti-bukti penting lain terkait dengan biografi para sunan, diantaranya silsilah keturunan para sunan yang memberikan informasi nama-nama asli para sunan dan sejarah situs makam serta perombakannya yang merupakan bukti kuat bahwa tokoh sunan memang pernah ada dan berperan penting dalam sejarah Islam di Indonesia.   

Sebagai peminat dan peneliti sejarah, penting bagi kita untuk mencari tahu sejarah para wali, karena kedudukan mereka bukan hanya sebagai ulama dan penyebar Islam tapi juga salah satu leluhur nusantara. Mengenal mereka, khususnya umat muslim di Indonesia, artinya kita mengenal diri kita sendiri dan mengetahui jati diri sebagai bangsa Indonesia yang majemuk. Semoga tulisan seserhana ini bisa sedikit memberi kejelasan tentang sejarah Sunan Ampel Sayyid Ali Rahmatullah atau Raden Rahmad.

Galeri

Makam Sunan Ampel dan Istri sekitar tahun 1920an. Renovasi ini dilakukan pada masa  pemerintah Belanda. Makam dikelilingi dinding kapur dan pagar besi. Bentuk nisan belum mengalami banyak perubahan dan masih terdapat tulisan pada nisan, sayangnya hingga saat ini,  kami belum mendapatkan kualitas foto yang lebih baik agar tulisan yang  tertera pada batu nisan dapat terbaca. Peran nisan pada makam kuno sangat penting, selain kita dapat mendapat informasi jenazah dari mulai nama asli, tahun lahir dan wafat, nisan yang tertulis adalah bukti kuat kedatangan Islam di Indonesia.
Renovasi makam Sunan Ampel telah dilakukan berulang kali sejak era kolonial. Renovasi resmi pertama dilakukan tahun 1939. Renovasi ini menyebabkan ratusan makam kuno dibongkar, batu nisan lama yang bertulis diganti dengan yang baru. Renovasi ini disengaja atau tidak telah menghilangkan banyak bukti sejarah Islam yang penting.
Makam sunan Ampel sekitar tahun 1990an, pagar besi di atas dinding yang awalnya mengelilingi kompleks makam,  pada renovasi ini hanya mengelilingi makam Sunan Ampel. Makam istri Sunan Ampel pun tidak terlihat. Bentuk makam dan batu nisan sudah berubah, namun keterangan makam masih tertulis di bawah nisan.
Tulisan baru sebagai petunjuk makam posisinya berada paling bawah, sementara tidak terdapat apapun pada nisan.
Makam Sunan Ampel sekitar awal tahun 2000an. Pagar besi mengelilingi makam, bentuk makam dan nisan berubah. Ada atau tidaknya tulisan pada makam tidak diketahui seperti yang tertera pada gambar, karena nisan ditutup kain mori putih. Keterangan bahwa makam tersebut adalah makam Sunan Ampel hanya dapat dilihat dari tulisan diatas.
Sebagai bahan perbandingan kami mencari bentuk nisan di Jawa Timur dari tahun yang sama dan bentuknya mirip dengan nisan Sunan Ampel untuk memastikan letak tulisan pada nisan Sunan Ampel yang sudah tidak ada lagi dan separah apa kerusakan makam yang terjadi pada situs makam Sunan Ampel.
Makam siti Ruqayah Cempo putri Sunan Kalijaga, di Kampung Peneleh Surabaya, hanya berjarak 15 menit dari makam sunan Ampel. Renovasi Makam mbah nyai Ruqayah ini adalah cara renovasi situs makam yang seharusnya, tulisan pada batu nisan tidak dihilangkan. Walaupun telah dibuat replika nisan, nisan lama tetap di pertahankan.
Sangat disayangkan renovasi yang mengeluarkan biaya banyak ini bukannya melestarikan keaslian warisan sejarah namun justru merusak situs penting dalam sejarah Islam. Situs makam kuno di Indonesia dan wilayah Asia Tenggara baik sebelum atau sesudah kedatangan Islam adalah lokasi yang paling lengkap untuk mencari informasi tentang jenazah yang dimakamkan. Dari mulai nama asli, gelar, tahun lahir, tahun kematian hingga silsilah terdapat pada situs makam kuno. Banyaknya situs makam kuno yang dihancurkan menyebabkan informasi berharga leluhur nusantara ini hanya didapat dari penunggu makam.
Nisan-nisan baru tanpa nama di sekitar makam Sunan Ampel.
Sisa batu nisan lama yang masih bertebaran di lokasi makam, namun sayangnya karena perombakan era kolonial, nisan-nisan yang terlihat kuno ini pun hanya beberapa yang masih berukir nama jenazah.
Salah satu cara mengetahui bentuk dan fungsi bangunan pada masa lalu adalah dengan membandingkan antara situs makam kuno yang masih ada dan masih memiliki fungsi sama hingga saat ini. Dua gambar berikut adalah situs kompleks makam kuno Sunan Sendang Dhuwur, Lamongan di lokasi perbukitan dan situs makam kuno Aermata Ibu di Bangkalan, Madura. Kedua makam ini berasal dari abad ke 15 yang masih berfungsi hingga saat ini karena masih di kelola oleh keturunan dari keluarga yang dimakamkan di lokasi situs. Di Indonesia masih banyak situs makam kuno seperti ini, dan seharusnya bisa dijadikan contoh ketika renovasi, agar tidak menghilangkan bukti sejarah.
Gambar salah satu nisan pada salah satu kompleks makam di situs makam Sunan Sendang Dhuwur, Lamongan. Bentuk nisan kuno yang banyak ditemukan di Jawa Timur dan Madura. Pada nisan ini masih tertera nama jenazah. Nisan pada makam Sunan Ampel, walaupun dibuat replikanya seharusnya tetap tertulis nama dan keterangan yang seharusnya terdapat pada nisan.
Situs makam kuno Aermata Ibu, Bangkalan, Madura. Pada 2 gambar di atas terlihat jelas susunan situs makam kuno yang terbagi menjadi beberapa kompleks makam. Setiap kompleks makam dipisahkan oleh gapura. Terdapat 2 Lokasi situs makam kuno: daerah perbukitan atau kota. Lokasi makam di lokasi yang berbukit ditandai Semakin keatas kompleks makam semakin tua dan tokoh yang dimakamkan semakin penting. Bila lokasi makam di daerah perkotaan, semakin masuk kedalam kompleks makam, semakin penting tokoh yang dimakamkan, contoh makam sunan Kudus, Sunan Demak, kompleks situs makam di Banten.
Salah satu cara mengetahui bentuk dan fungsi bangunan pada masa lalu adalah dengab membandingkan dengan situs yang memiliki fungsi sama yang masih ada hingga saat ini. 2 gambar di atas adalah situs kompleks makam kuno Aermata Ibu di Bangkalan, Madura dan situs makam Sunan Sendang Dhuwur, lamongan. Kedua makam ini berasal dari abad ke 15 yang masih berfungsi hingga saat ini karena masih di kelola oleh keturunan dari keluarga yang dimakamkan di lokasi situs. Di Indonesia masih banyak situs makam kuno seperti ini, dan seharusnya bisa dijadikan contoh ketika renovasi, agar tidak menghilangkan bukti sejarah.



Ditulis oleh : Sofia Abdullah

Sumber-sumber

1. Al Hadad. Bin Thahir. Al Habib Alwi, Sejarah Masuknya Islam Di Timur Jauh, Cet.I, 2001, Lentera Baristama.

2. Sunyoto. Agus, Atlas Wali Songo, Cet.1, 2012, Pustaka Iman.

3. C.I.E.MA.Arnold.TW, Preaching Of Islam : A History Of The Progation Of The Muslim Faith, 1913.

4. Rochyatmo. Amir, Wimarta. Sri. Soekesi, Babad Tanah Jawi 1, Buku1, Amanah Lontar, 2003

5. Riana. I Ketut, S. U. Prof. Dr. Drs, Kakawin Desa Warnnana Uthawi Nagara Krtagama Masa Keemasan Majapahit, hal.36-37 Cet 1, Kompas Media Nusantara.

6. Nugroho. Djoko. Irawan, Majapahit Peradaban Maritim Ketika Nusantara Menjadi Pengendali Pelabuhan Dunia,hal. Cet.1,2011, Suluh Nuswantara Bakti.

7. Coedes, George (1975), Vella, Walter F. (ed.), The Indianized States of Southeast Asia, University of Hawaii Press, ISBN 978-0-824-80368-1

8. Sumber-sumber Kesultanan Chermin :
Prof DGE Hall, A History of South East Asia, London Macmillian, 1955 Page 149.

‘Membaca’ Babad Tanah Jawi

Ketika awal penelitian sejarah beberapa tahun yang lalu, Babad Tanah Jawi dan Naskah-naskah kuno sejenis adalah sasaran utama kami untuk mengetahui sejarah tanah Jawa dan Nusantara langsung dari penulis nusantara, bukan teori-teori milik para sejarawan era kolonial.

Ternyata tidak seperti harapan kami sebelumnya, yang mengira akan menemukan sejarah Nusantara yang asli, alih-alih kami menemukan banyak hal yang tidak patut dan seronok ketika membaca naskah-naskah ini.

Naskah demi naskah kami telusuri sebagai bahan perbandingan isi naskah, dan lagi-lagi kami menemukan banyak hal yang janggal, yang rasanya mustahil ditulis oleh para pujangga keraton yang ilmunya tinggi dan memahami sejarah negeri ini dengan bahasa yang fasih.

Akhirnya penelusuran melalui naskah kuno kami hentikan sementara, beralih pada bukti sejarah yang lain berupa bukti bangunan, silsilah, diskusi dengan para ahli sejarah dibidangnya masing-masing dan catatan para orientalis Eropa yang datang ke Nusantara sekitar abad ke-17 dan 18.

Kami beralih pada bukti sejarah yang lain bertujuan untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di Nusantara pada masa naskah-naskah ini dibuat.

Dari hasil penelusuran yang kami lakukan, Rusaknya mayoritas naskah-naskah kuno di Indonesia sangat erat kaitannya dengan politik dan kekuasaan yang ada saat itu, karena penguasa memilki peran yang sangat penting dalam melestarikan atau merusak sejarah suatu bangsa.

Dari bukti-bukti diatas kami akhirnya mendapat jawaban, kenapa mayoritas naskah-naskah kuno, seperti babad tanah Jawi, naskah Wangsakerta, Carita Purwaka Caruban Nagari dan naskah kuno yang lain memiliki pola kisah yang hampir sama, yaitu;

Kecendrungan untuk menghina para wali dan ajaran Islam, penghinaan pada leluhur Nusantara dan hal-hal sejenis yang mustahil ditulis oleh para pujangga keraton kecuali posisi mereka berada dibawah kecaman dan tekanan.

Berikut kesimpulan yang kami dapatkan agar lebih mudah memahami Babad Tanah Jawi :

1. Babad Tanah Jawi yang ada saat ini adalah Babad Tanah Jawi hasil salinan para sarjana Belanda yang kemudian disalin berulang-ulang oleh para muridnya dari generasi ke generasi, hingga memiliki banyak versi.

2. Babad Tanah Jawi versi aslinya ditulis dalam bentuk tembang macapat, berbahasa jawa kuno. Bahasa Jawa kuno dengan huruf sanskrta pada masa Babad Tanah Jawi ini dibuat, baik yang asli yang dibuat akhir tahun 1600an atau Babad Tanah Jawi yang salinan yang dibuat akhir tahun 1800an adalah bahasa istimewa, bahasa kuno khusus yang dipelajari oleh para pujangga dan ahli sejarah keraton untuk melestarikan sejarah negeri ini. Dikatakan sebagai bahasa istimewa karena bahasa yang umum digunakan pada masa itu dan ratusan tahun sebelumnya adalah bahasa ‘Jawi’ atau ‘Arab pegon’ yaitu bahasa Melayu, Sunda dan Jawa yang di tulis dengan tulisan/huruf Arab dengan penambahan beberapa huruf disesuaikan dengan bahasa Melayu, Sunda dan Jawa.

3. Babad Tanah Jawi ditulis dalam bentuk Tembang macapat yaitu sejenis puisi yang terikat oleh konvensi/aturan penulisan yang sangat ketat. Babad tanah Jawi yang ada saat ini dan menjadi salah satu sumber sejarah tanah jawa atau sejarah Indonesia adalah penyeragaman Gaya penulisan dari beberapa orang penulis dan penerjemah yang memiliki Gaya penulisan berbeda-beda.

4. Adanya perubahan bentuk dari puisi ke prosa (karangan bebas), ditambah lagi tata bahasa dan cara membacanya yang rumit, menyebabkan perlunya keahlian khusus untuk bisa menerjemahkan naskah kuno yang berbentuk tembang macapat ini. Karena alasan inilah pemerintah kolonial mempekerjakan para pujangga keraton baik sukarela atau dengan paksaan.

5. Berikut jenis tembang macapat yang banyak digunakan dalam babad tanah jawi :

Dhandhanggula : Dhandanggula adalah tembang yang berisi harapan yang baik. Karena berisi harapan yang baik, nasehat, dan sebagainya, penulisan dhandhanggula memakai metrum yang isinya lembut dan manis seperti gula. Tembang dhandhanggula memiliki watak yang luwes dan mengenakkan. Cocok sebagai pembuka suatu pembelajaran, rasa cinta. Lambang dari tembang ini adalah kisah anak muda yang mengalami kejadian yang indah.

Cara penulisan: tembang dhandang gula terdiri dari 10 larik (baris kalimat), tiap-tiap barisnya memiliki aturan penulisan yang berbeda pula.

Baris pertama terdiri atas 10 suku kata, berakhiran huruf ‘i’ (10 i), Baris ke-2: 10 a, Baris ke-3: 8 e, Baris ke-4: 7 u, Baris ke-5: 9 i, Baris ke-6: 7 a, Baris ke-7: 6 u, Baris ke-8: 9 a, Baris ke-9: 12 i, Baris ke-10: 7 a

Pangkur : Tembang macapat pangkur banyak digunakan pada tembang-tembang yang bernuansa Pitutur (nasihat), pertemanan, dan cinta. Baik rasa cinta kepada anak, pendamping hidup, Tuhan dan alam semesta. Banyak yang memaknai tembang macapat pangkur sebagai salah satu tembang yang berbicara tentang seseorang yang telah menginjak usia senja, dimana orang tersebut mulai mungkur atau mengundurkan diri dari hal-hal keduniawian. Oleh karena itu sangat banyak tembang-tembang macapat pangkur yang berisi nasihat-nasihat pada generasi muda.

Pangkur terdiri atas 7 larik (baris), larik pertama terdiri atas 8 suku kata, diakhiri dengan huruf vokal a (8-a), larik ke-2: 11-i, larik ke-3 : 8-u, larik ke-4 : 7-a, larik kelima : 12-u, larik ke-6 : 8-a, larik ke-7 : 8-i

Asmarandana : salah satu tembang macapat yang berisi perjalanan kehidupan, kisah percintaan. Terdiri dari 7 larik: 8-i, 8-a, 8-é, 8-a, 7-a, 8-u, 8-a

6. Dalam Aturan poetika jawa atau Sunda, aturan/konvensi tersebut dinamanakan guru wilangan dan guru lagu. Akibat aturan guru wilangan dan guru lagu diatas para pujangga jawa dituntut ketrampilan yang luar biasa dalam mengolah bahasa. Namun sebagai sumber informasi adanya aturan guru lagu dan wilangan ini menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan pada nama tokoh dan peristiwa untuk menyesuaikan aturan guru wilangan dan guru lagu tersebut, contohnya penyebutan tokoh dan tempat yang sama bisa disebut dengan nama yang berbeda-beda. (sumber hal. ix Babad Tanah Jawi Vol. 1)

7. Karena sulitnya menulis dan mengartikan babad Tanah Jawi ini, pemerintah kolonial Belanda tetap menggunakan jasa para pujangga keraton untuk menulis kembali, mengartikan, dan membuatnya menjadi bentuk prosa sesuai keinginan mereka agar lebih mudah difahami oleh para sarjana Belanda. Tapi sayang salinan ini kemudian banyak mendapat penambahan dan pengurangan pesanan pemerintah kolonial. Penambahan dan pengurangan isi babad versi salinan pemerintah kolonial dapat dilihat dari kisah-kisah tidak masuk akal yang menghinakan leluhur nusantara, kisah perselingkuhan, incest dan kisah detail yang seronok yang sangat tidak pantas untuk dimasukkan dalam kisah kronik pemerintahan.

Setelah mengetahui 7 poin tentang Babad Tanah Jawi di atas, kami harapkan para pembaca, peminat sejarah dan rekan peneliti dapat bersikap lebih kritis ketika mengambil dan menyikapi informasi yang diperoleh dari kisah-kisah babad, wawacan, dan naskah kuno lainnya, karena mayoritas naskah-naskah ini adalah salinan yang sangat rentan dengan pesanan pemerintah kolonial saat itu.

Tujuan utama penyalinan ini adalah untuk membenarkan teori-teori sejarah Indonesia buatan era kolonial, terutama sejarah yang terkait dengan leluhur Nusantara, karena berdasarkan teori kolonial, leluhur nusantara adalah bangsa yang primitif, yang sangat rendah kedudukannya bila dibandingkan bangsa Eropa.

Padahal fakta dilapangan membuktikan sebaliknya. Canggihnya informasi dua dekade terakhir melahirkan banjirnya informasi sejarah yang memungkinkan kita untuk dapat mempelajari bukti-bukti arkeologis, tradisi dan naskah-naskah kuno yang ditemukan di berbagai belahan dunia yang membuktikan bahwa leluhur nusantara adalah para pelaut yang hebat yang berperan penting dalam perdagangan dunia kuno.

Tokoh-tokoh Islam dalam kisah-kisah babad, mulai dari nama hingga biografi dapat dikatakan hampir semua bercampur dengan kisah fiktif atau potongan kisah para nabi dan rasul hingga tidak layak dijadikan sumber sejarah. Kisah Raden Fatah yang membunuh ayahnya, Brawijaya setelah masuk Islam adalah salah satu contohnya, kisah ayah membunuh anak atau sebaliknya hanya karena sang anak atau sang ayah beragama Islam, banyak terdapat dalam naskah-naskah kuno yang tersebar dalam naskah-naskah kuno dari kepulauan Nusantara hingga semenanjung Melayu.

Rusaknya sejarah Islam dalam naskah babad dan naskah kuno pada umumnya terkait dengan perubahan sistem politik dan usaha pemerintah kolonial untuk merusak citra tokoh pemimpin Islam agar tidak dihormati lagi oleh masyarakat. Karena tokoh-tokoh Islam sering kali memimpin perlawanan kepada pemerintah kolonial.

Contoh kisah tokoh Islam yang memiliki sejarah keluarga yang tidak jelas seperti pemimpin Pajang sultan Hadiwijaya alias JokoTingkir yang memiliki leluhur siluman Buaya putih, Sunan Giri yang dibuang ke laut karena dianggap pembawa sial oleh kakeknya, sang raja Blambangan atau tokoh wali membunuh wali yang lain, semua kisah ini terjadi karena naskah Babad Tanah Jawi yang asli dibuat pada era pergantian pemimpin melalui kudeta dari era kasunanan yang dipimpin oleh sultan Pajang dengan sistem pemerintahan Walisongo-nya menjadi Kesultanan atau kerajaan yang berafiliasi ke Turki Utsmani dengan gelar pemimpin tertingginya adalah Sultan Agung.

Naskah-naskah ini pada era kolonial kemudian dipelajari dan disalin berulang-ulang hingga sampai ke masa kita sekarang.

Namun demikian walaupun naskah-naskah kuno ini adalah salinan dan rentan pemalsuan namun masih sangat bisa untuk digunakan sebagai sumber sejarah tertulis, karena banyak informasi yang bisa kita ambil baik secara langsung atau tidak mengenai sosial budaya, bentuk bangunan, tata kota dan sebagainya yang ada pada saat itu. Namun sebagai peneliti dan peminat sejarah, membandingkan naskah yang satu dan lainnya sangat diperlukan, terutama melakukan perbandingan dengan bukti tertulis yang lain seperti; Prasasti, Nisan, surat menyurat, catatan perjalanan dari bangsa lain yang berkunjung ke Nusantara dan sebagainya.

Dengan metode perbandingan isi kita dapat menyimpulkan jalannya sejarah yang berlaku saat tulisan tersebut dibuat. Cabang-cabang ilmu yang lain juga diperlukan, seperti arkeologi, paleologi, filologi, genetika sebagai penguat bukti sejarah.

Ditulis oleh : Sofia Abdullah

Sumber :

1. Rochyatmo. Amir, Wimarta. Sri. Soekesi, Babad Tanah Jawi Vol. 1, Amanah Lontar, 2003

2. Riana. I Ketut, S. U. Prof. Dr. Drs, Kakawin Desa Warnnana Uthawi Nagara Krtagama Masa Keemasan Majapahit, Cet 1, Kompas Media Nusantara

3. Boechari, Melacak Sejarah Kuno Indonesia Lewat Prasasti, Cet.1, Kepustakaan Popular, Gramedia 2012.

4. Al Hadad. Bin Thahir. Al Habib Alwi, Sejarah Masuknya Islam Di Timur Jauh, Cet.I, 2001, Lentera Baristama.

5. Sunyoto, Agus, Atlas Wali Songo, Cet.1, 2012, Pustaka Iman.

6. C.I.E.MA.Arnold.TW, Preaching Of Islam : A History Of The Progation Of The Muslim Faith, 1913.

7. Aceh, Aboebakar.H.Dr.Prof, Sekitar Masuknya Islam Ke Indonesia, Cet.4,1985, Ramdhani.

8. Saefullah. DR. H. SA. MA, Sejarah &Kebudayaan Islam di Asia Tenggara, Cet. 1, 2010, PustakaPelajar

Kebudayaan Islam di Asia Tenggara, Cet. 1, 2010, PustakaPelajar

9. Al Mahsyur. Alwi. Idrus, Sejarah Silsilah & Gelar Keturunan Nabi Muhammad SAW Di Indonesia Singapura Malaysia Timur Tengah India Dan Afrika, Cet.4, 2013, Sara Publishing.

10. Solikhin, Muhammad. KH, Ternyata Syekh Siti Jenar Tidak Di Eksekusi Wali Songo, Erlangga,2011.11.

11. Adam. Warman. Asvi, Menguak Misteri Sejarah, Cet.1, 2010, Kompas.

12. Ricklefs.M.C, Sejarah Indonesia Modern 1200-2004, Cet.1, 2005, Serambi Ilmu Semesta.

13. Suryanegara. Mansur. Ahmad, Api Sejarah , Cet.1, 2009, Salamadani.14. Dan sumber- sumber lain yang terkait.

14. Dan sumber- sumber lain yang terkait.

Kisah Fatimah bt Maimun, Leluhur Walisongo

Fatimah binti Maimun, Wafat di Leran, Gresik tahun 475 H (1082 M)

Makam Siti Fatimah binti Maimun

Pada tahun 1911 seorang sejarawan Belanda bernama J. P Moquette menemukan cungkup (rumah) makam berisi 5 makam wanita yang memiliki kedudukan tinggi. Kedudukan tinggi 5 makam wanita ini dapat dilihat dari bentuk makamnya yang lebih indah dari makam di sekitarnya dan banyak yang menziarahi.

Para wanita ini adalah putri dari sultan yang berkuasa saat itu, kedudukan paling tinggi diantara 5 putri ini adalah makam Fatimah bt Maimun, seorang putri sultan Kedah yang menikah dengan sayyid Hasan, seorang pemimpin di wilayah Gresik.

Namun dengan alasan penelitian sejarah, nisan Fatimah bt Maimun di lepas dari makamnya, dan tergeletak di depan pintu cungkup makam. Nisan ini kini tersimpan di museum Trowulan. Keberadaan makam Fatimah bt Maimun diketahui dari penjaga makam setempat yang telah menjaga makam ini turun temurun, sejak ratusan tahun lalu.

Melepaskan penanda makam atau nisan dan tulisan pada cungkup makam-makam kuno di Indonesia, erat kaitannya dengan usaha pemerintah kolonial untuk menghilangkan Jejak Islam di Nusantara.

Namun cara apapun yang digunakan pemerintah kolonial untuk menutupi Jejak Islam di Nusantara, tradisi Islam yang telah mengakar kuat dan telah menjadi budaya dan tradisi kaum Muslim di Indonesia adalah petunjuk kuat bahwa Islam telah berada di negeri ini sejak awal diutusnya Rasul saw. Tradisi Islam yang mengakar kuat bagi penduduk Nusantara diantaranya adalah tradisi ziarah dan membangun makam yang terkait dengan tradisi ziarah.

Tradisi ziarah dan membangun makam yang sudah mendarah daging bagi masyarakat Indonesia ini karena tradisi ini sudah ada sejak masa sebelum Islam. Demikian pula dengan para penjaga makam yang telah turun temurun bertugas sebagai penjaga makam, memiliki sumbangsih yang besar dalam menjaga keberadaan makam, yang menyebabkan hingga sampai saat ini, makam Fatimah bt Maimun masih dikenal dan banyak yang menziarahi.

prasasti siti fatimah binti maimun

Prasasti Batu Nisan Leran terdiri dari tujuh baris, yang terjemahannya:

  1. Dengan Nama Allah (Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang). Semua yang ada
  2. di bumi adalah fana. Dan yang kekal hanya Dzat Tuhanmu yang mempunyai Kebesaran
  3. dan Kemuliaan. makam perempuan yang tak berdosa,
  4. yang lurus, binti Maimun, bin Hibatu’llah, yang meninggal
  5. hari Jum’at delapan Rajab (setelah tujuh malam berlalu)
  6. tahun 475, dengan rahmat
  7. Allah Yang Maha Mengetahui semua yang gaib, Tuhan Yang Maha Agung dan Rasul-Nya yang mulia.

Siapakah Fatimah bt Maimun?

Cungkup (bangunan) makam terbuat dari bata yang berasal batu kapur putih. Batu kapur putih sebagai bahan pembuat bata selain bata merah adalah tradisi pembuatan bata yang umum di wilayah Jawa Timur khususnya wilayah Gresik dan Lamongan. (Sumber foto: doc. Pribadi)

Gbr. Bagian dalam Cungkup makam Fatimah bt Maimun. Terdapat 5 makam putri dari berbagai negara di dalam cungkup makam. Makam Fatimah bt Maimun ditandai dengan pagar besi dan kelambu sebagai makam utama dan kemungkinan makam yang tertua dari lainnya. (Sumber foto: doc.pribadi)

Fatimah adalah puteri dari Sayyid Maimun. Sayyid Maimun adalah seorang sultan di Kedah, Malaka putra dari Seh Sayyid Hibatullah. Seh Sayyid Hibatullah adalah putera dr Muhammad Makdum Sidiq. Muhammad Makdum Sidiq adalah putera dr Idris al Malik. Idris al Malik adalah putra dr Sayyid Ahmad al Biruni. Sayyid Ahmad Al Biruni adalah putera dr Sulaiman al Basri. Sulaiman al Basri adalah putera dr Imam Musa Al Kadzim. (sumber: https://www.geni.com/people/Sulieman/6000000001079875321)

Fatimah bt Maimun menikah dengan Sayyid Hasan, seorang Sayyid (keturunan Rasul saw) yang leluhurnya berasal dari gelombang hijrah generasi pertama yang hijrah dari wilayah Jazirah Arab dan menetap di Jawa Timur. Sayyid Hasan adalah contoh penduduk Indonesia yang berasal dari keturunan pernikahan campuran antara para pendatang dengan penduduk lokal yang berapa puluh tahun kemudian menjadi salah satu penguasa wilayah Leran, Gresik, yang kini berada di wilayah Jawa Timur.

Pernikahan Fatimah bt Maimun dengan Sayyid Hasan memiliki beberapa orang putra, diantaranya seorang putra yang bernama Sayyid Abdurahman.

Seperti umumnya para keluarga bangsawan jawa saat itu, usaha utama mereka adalah perdagangan. Mereka memiliki kapal-kapal dagang yang berlabuh di kota-kota besar di wilayah Arab dan sekitarnya. Salah satu kota pelabuhan kuno yang terkenal pada masa itu, sekitar abad ke-11 sampai abad ke 15 adalah kota Tarim di Yaman.

Sayyid Abdurahman, putra syarifah Fatimah bt Maimun dengan sayyid Hasan adalah salah satu contoh kaum sayyid yang berasal dari Indonesia, yang pada masa lalu bernama Hindia. Kakek moyang sayyid Abdurahman adalah kaum Muhajirin dari jazirah Arab, Syam dan persia yang hijrah ke Nusantara pada gelombang hijrah pertama setelah peristiwa Karbala, tahun 681 M.

Setelah dewasa sayyid Abdurahman meneruskan usaha dagang ayahnya, sayid Hasan. Beliau mejadi pedagang yg sukses dan cukup terkenal di Yaman, tepatnya di kota pelabuhan Tarim.

Sayyid Abdurahman menikah dengan wanita Tarim dan memiliki beberapa putra-putri, salah satu puterinya bernama Sarah. Sarah menikah dengan Abdul Malik.

Siapakah Abdul Malik?

Beliau adalah putera dari Alwi Amir Faqih (1109/69 M) putra dari Ali al Ghazam putera dari Sayyid Alwi putera dari Muhammad putera dr Ubaidillah/Abdullah putera dari Ahmad al Muhajir putera dari Isa al Basri putera dari Muhammad an Naqib putera dari Sayyid Ali Uraidi putra dari Imam Ja’far Shadiq putra dari Imam Muhammad al Baqir putra dari Imam Ali Zainal Abidin putra dr Imam Husein as Syahid putra dari Imam Ali bin Abi Thalib dan sayyidah Fatimah az Zahra putri Rasul saw.

Abdul Malik pindah ke India membawa anak dan istri nya, Sarah bt Abdurahman, cucu dari Fatimah bt Maimun.

Di India Abdul Malik tinggal di wilayah Gujarat. Abdul Malik kemudian menikah lagi dengan Puteri penguasa setempat dan mendapat gelar Azamat Khan.

Gelar ‘Khan’ beliau dapatkan karena menikah dengan Puteri kesultan Islam Mughal.

Pernikahan Abdul Malik dan Puteri India, memiliki beberapa orang putra putri, diantaranya Al Amir Abdullah Khanuddin alias Maulana Abdullah.

Al Amir Abdullah Khanuddin memiliki beberapa orang putra, diantaranya Al Amir Ahmad Syah Jalaluddin. Al Amir Syah Jalaluddin memiliki beberapa orang putra diantaranya : Jamaludin Hussain (alias Jamaludin al Kabir / al akbar).

Jamaludin Husein al Akbar adalah Kakek dari 9 orang Wali yang terkenal di Jawa, yang bergelar ‘Wali songo’. Makamnya berada di kota Wajo, Sulawesi.

makam,Wajo,bc Yasin di makam syekh Jamaluddin1

Makam Jamaluddin Husein di Wajo Sulsel

*Poin penting dari penelusuran kisah Fatimah bt Maimun*

  1. Makam Fatimah Bt Maimun yang wafat tahun 1082 dan kisah seputar kehidupannya adalah bukti bahwa Islam telah ada di Nusantara sejak masa awal Islam bukan seperti teori era kolonial yang mengatakan Islam masuk ke Indonesia dibawa oleh pedagang Gujarat pada abad ke-15, atau yang lebih moderat pada abad ke 13 setelah ditemukannya makam sultan Malik as Saleh dan adanya kerajaan Samudera Pasai.
  2. Dari bentuk cungkup makam, serta makam beberapa putri lain selain Fatimah bt Maimun, yaitu putri Keling, putri Kuching dan putri Kamboja (nama putri disandingkan dengan nama wilayah asalnya bukan nama orang) dapat diketahui bahwa beliau BUKAN orang asing yang wafat di Jawa, seperti kata beberapa teori, namun beliau adalah seorang syarifah (gelar wanita keturunan nabi saw), seorang putri, istri dari penguasa setempat yang juga sayyid (gelar pria keturunan nabi saw) dan berasal dari Jawa atau daerah Asia tenggara yg lain.
  3. Dari kedudukan suami beliau, seorang muslim, sayyid dan telah menjadi penguasa wilayah Gresik Bisa diketahui bahwa kedatangan kaum kerabat nabi ke Jawa telah ada jauh sebelum era Fatimah bt Maimun yang wafat tahun 1082 M.
  4. Fatimah bt Maimun adalah nenek buyut dari Jamaludin Husein al Akbar dan juga leluhur hampir sebagian besar penduduk Jawa yang masih memiliki kekerabatan dengan tokoh ‘walisongo’.
  5. Ringkasan silsilah dari Fatimah bt Maimun sampai ke Walisongo :
  • Fatimah adalah putri dari Maimun bin Hibatullah, seorang sultan dari Kedah, Malaka (sekarang Malaysia), berdasarkan garis silsilahnya beliau adalah keturunan ke 16 dari nabi Muhammad saw.
  • Fatimah menikah dengan Sayyid Hasan dari Jawa berputra Sayyid Abdurahman.
  • Sayyid Abdurahman menikah dengan wanita Tarim memiliki putri bernama Sarah.
  • Sarah menikah Abdul Malik dari Gujarat, India
  • Sarah binti sayyid Abdurahman dan Abdul Malik memiliki beberapa orang putra, salah satu diantaranya sayyid Abdullah Khan
  • Abdullah Khan berputra Ahmad Syah Jalaluddin
  • Ahmad Syah Jalaluddin berputra Jamaludin Husein Akbar
  • Jamaludin Husein Akbar, menikah dengan putri Champa, Dwarawati, memiliki banyak putra, 3 diantaranya yang menjadi leluhur walisongo:
  • Ali Nurul Alim (tinggal di Mesir). Salah satu putranya menjadi penguasa wilayah di Mesir, menikah dengan Nay Larasantang alias Syarifah Muda’im putri raja JawaBarat dibumi Jawadwipa (tulisan sesuai naskah Wangsakerta, tambahan: Tidak disebut nama rajanya) dari pernikahan ini lahir Sunan Gunung Jati Syarif Hidayatullah-Cirebon.
  • Barkat Zainal Alim. Ayah dari Ibrahim Zainuddin al Akbar, di Indonesia kita mengenalnya dengan sebutan Maulana Malik ibrahim/Sunan Gresik
  • Ibrahim Zainuddin al Akbar menikah dengan beberapa orang putri, diantaranya dengan putri sultan Champa bernama dewi Chandrawulan, pernikahan Ibrahim Zainuddin Akbar dengan dewi Chandra wulan menurunkan beberapa putra dan putri diantaranya sayyid Ali Rahmatullah yang kita kenal dengan gelarnya Sunan Ampel. Ketika Champa akhirnya dikalahkan oleh bangsa Khemr, thn 1471, Maulana Malik Ibrahim dan keluarganya hijrah kembali ke Nusantara. Maulana Malik Ibrahim wafat dan dimakamkan di Gresik.

Ditulis oleh Sofia Abdullah

Sumber:

  1. Masuknya Islam ke Timur Jauh ttg kaum Muslim yg hijrah ke nusantara pasca Karbala, tahun 700-an Masehi
  2. Al Masyhur, Idrus Alwi, Sejarah, Silsilah dan Gelar Keturunan Nabi Muhammad saw di Indonesia, Singapura, Malaysia, Timurtengah, India dan Afrika
  3. https://www.geni.com/people/Sulieman/6000000001079875321)
  4. Naskah Wangsakerta
  5. Sunyoto, Agus, Atlas Walisongo
  6. dan sumber-sumber lain yang terkait